kievskiy.org

Involusi Kerawanan Pemilu, Perlu Pembaruan Konsensus demi Demokrasi yang Sesungguhnya

Ilustrasi Pemilu 2024.
Ilustrasi Pemilu 2024. /Antara/Andreas Fitri Atmoko

PIKIRAN RAKYAT - Jalannya sebuah perhelatan pemilu demokratis di berbagai belahan dunia idealnya menjadi harga mati.

Untuk itu, peluncuran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI beberapa waktu lalu layak menjadi perhatian para pemangku kepentingan agar hal-hal yang dapat merusak kualitas dan sehatnya demokrasi bisa dicegah.

Bahkan, sikap dan perilaku yang menjurus pada disintegrasi bangsa seperti menguatnya politik identitas dan politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) bisa diminimalkan.

Secara umum, ada empat dimensi dalam IKP, di antaranya konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi.

Baca Juga: Bawaslu: Kabupaten Bandung Jadi Daerah dengan Indeks Kerawanan Pemilu Tertinggi

Pengaruh kerawanan dalam IKP, baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota adalah faktor penyelenggaraan pemilu yang diikuti konteks sosial politik, kontestasi, dan partisipasi politik.

Berdasarkan dimensi dan indikator yang telah ditentukan tersebut, diketahui ada lima provinsi dengan tingkat kerawanan tinggi, seperti DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur.

Sementara kabupaten dan kota yang termasuk kategori rawan tinggi, di antaranya Kabupaten Intan Jaya, Jayawijaya, Kabupaten Bandung, Yalimo, dan Mappi.

Terlepas dari IKP tersebut, fenomena praktik politik uang, adanya politisasi SARA, hingga netralitas kepala desa dan aparatur sipil negara (ASN) yang senantiasa muncul pada setiap pemilu, tidak dianggap sebelah mata, bahkan menjadi pelajaran sehingga pada tahapan Pemilu 2024 tidak menjadi patologi demokrasi. Terlebih fenomena tersebut kerap berulang kali terjadi (involusi).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat