kievskiy.org

Jokowi Akui Pelanggaran HAM Berat, YLBHI: Harus Ada Bukti Konkret melalui Proses Hukum

Ilustrasi pelanggaran HAM berat.
Ilustrasi pelanggaran HAM berat. /Pixabay/Gordon Johnson

PIKIRAN RAKYAT - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan 18 LBH se-Indonesia menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyampaikan pengakuan, penyesalan, dan jaminan ketidakberulangan terhadap 12 kasus pelanggaran berat hak asasi manusia. Pernyataan itu dinilai hanyalah ilusi dan berhenti sebagai retorika kosong yang terus diulang.

‎"YLBHI mendesak pengakuan dan penyesalan tersebut harus dibuktikan secara konkrit melalui proses hukum, tindakan dan keputusan-keputusan strategis," kata Ketua Umum YLBHI Muhamad Isnur mewakili keterangan tertulis bersama itu, Kamis 12 Januari 2023.‎

YLBHI berpendapat pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (TPP HAM) tidak lebih dari pencitraan pemerintahan Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya.

Tindakan itu disebut dilakukan untuk seolah memenuhi janji politiknya dan bagian dari langkah pemerintah guna terus memberikan impunitas kepada pelaku pelanggaran HAM berat, terlebih menjelang Pemilihan Umum 2024.

Baca Juga: Jokowi Bentuk Satgas Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat, Siap Bertugas dalam Waktu Dekat

Hal tersebut dapat dilihat dalam 11 rekomendasi yang disampaikan oleh TPP HAM 11 Januari 2023 melalui Menkopolhukam Mahfud MD kepada presiden.

Di sana, tidak ada satupun yang menyebutkan adanya dorongan pemerintah untuk akselerasi dan akuntabilitas  penegakan hukum kasus-kasus pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM berat yang selama ini mangkrak di Kejaksaan Agung.

"Sejak awal, YLBHI dan 18 LBH menyoroti pembentukan TPP HAM yang tidak memiliki dasar hukum yang memadai. Pasal 47 UU 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM mengatur bahwa penyelesaian pelanggaran HAM Berat melalui ekstra yudisial harus dibentuk melalui Undang-Undang. Jadi mekanisme penyelesaian non yudisial yang hanya berdasar Keputusan Presiden tentu secara legitimasi hukum menjadi patut dipertanyakan kekuatan hukumnya, karena justru bertentangan atau melanggar Undang-Undang," tutur Isnur.‎

Keraguan YLBHI terhadap pernyataan presiden tidak bisa dilepaskan dari rekam jejak pemerintah dalam menyikapi berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi. Rekam jejak tersebut seperti pemerintah melalui Jaksa Agung tidak menunjukkan keseriusan mengungkap dan menarik pertanggungjawaban pelaku-pelaku kejahatan kemanusiaan melalui proses penyidikan yang independen, transparan, dan akuntabel oleh Kejagung hingga saat ini, setelah diselesaikannya 12 penyelidikan kasus oleh Komnas HAM. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat