kievskiy.org

KSPSI Sebut Ketidakadilan jadi Penyebab Pekerja Lokal dan China Rusuh di Morowali Utara

Ilustrasi bentrokan.
Ilustrasi bentrokan. /Pixabay/Fajrul_Falah Pixabay/Fajrul_Falah

PIKIRAN RAKYAT - Ketua Umum Konfeferasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat menyatakan prihatin atas kerusuhan antara pekerja lokal dengan pekerja asing di Morowali Utara. Menurut dia, kerusuhan yang menimbulkan korban jiwa pada Sabtu malam itu diakibatkan oleh ketidakadilan yang dirasakan langsung oleh pekerja lokal.

Seperti diketahui, kerusuhan akibat bentrok antara pekerja lokal dan tenaga kerja asing (TKA) di PT GNI yang menyebabkan 3 pekerja tewas (2 pekerja Indonesia dan 1 orang TKA), jelas sangat memprihatinkan.

"Kejadian ini jauh sebelumnya memang sudah dapat diduga karena kebijakan pemerintah tentang pembiaran derasnya TKA khususnya dari China memang sudah sangat keterlaluan. Kawasan industri yang terjadi di berbagai wilayah tanah air termasuk di Morowali Utara sudah seperti “negara dalam negara”," tutur Jumhur 

Di kawasan-kawasan industri milik China itu, ujar dia, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa besaran upah TKA China berkali-kali lipat lebih banyak dari upah pekerja lokal untuk jenis pekerjaan yang sama. Belum lagi, ada fasilitas lebih bagus yang diberikan kepada TKA dengan alasan mereka adalah orang asing.

Baca Juga: Kronologi dan Penyebab Bentrokan Maut TKI dan TKA China di Pabrik Smelter PT GNI Sulteng yang Tewaskan 2 Orang

Beberapa aturan termasuk aturan ketenagakerjaan boleh dibedakan dengan aturan yang pada umumnya berlaku di wilayah Indonesia atau sengaja diubah demi investor dari China seperti aturan pajak dan aturan tidak boleh diskriminatif terhadap pekerja. Aturan ekspor hasil tambang wajib dijual dengan harga murah ke smelter-smelter yang notabene sekira 90 persen milik China.

Adapun yang dirasa menjadi penyebab ketegangan adalah karena puluhan ribu pekerja asing (TKA) tidak berpendidikan layak atau pekerja kasar ternyata bisa menjadi pekerja di kawasan itu namun mereka eksklusif karena tidak bisa berbaur dengan pekerja lokal akibat tidak diwajibkan berbahasa Indonesia seperti aturan yang pernah berlaku selama puluhan tahun sebelumnya. 

Dikatakan Jumhur, melihat keadaan ini, maka suatu hal yang sangat mendesak adalah dilakukan audit baik regulasi maupun pelaksanaan regulasi terkait dengan investasi dari China karena sungguh sangat merugikan baik bagi pendapatan negara maupun dalam bidang ketenagakerjaan.   

"Apa untungnya bagi rakyat Indonesia dalam investasi dari China ini bila bahan-bahan pembangunan pabrik dan mesinnya langsung diimpor dari China, perusahaan mendapat bebas pajak atau tidak bayar pajak (tax holiday) bisa sampai 25 tahun, membawa TKA kasar yang upahnya berkali-kali lipat dibanding upah lokal, keuntungan usahanya sepenuhnya milik perusahaan China dan untuk Indonesia paling hanya kebagian sewa tanah dan penyerapan pekerja murah. Sementara itu setelah mengeruk kekayaan luar biasa, yang ditinggalkan adalah lingkungan hidup yang rusak," ujar Jumhur.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat