PIKIRAN RAKYAT – Jual-beli barang bekas atau thrifting telah menjadi tren pada masyarakat modern dunia, termasuk Indonesia. Meski kelihatannya jual-beli barang bekas ini ramah lingkungan, namun ternyata thrifting memiliki dampak negatif pada kesehatan, lingkungan, keamanan, bahkan pada perekonomian negara.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan, pemerintah Indonesia telah melarang adanya praktik impor pakaian bekas sejak tahun 2015 melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 51/2015. Artinya, selama ini thrifting adalah sebuah transaksi jual-beli yang ilegal karena dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor ke Indonesia.
Menurut dia, masyarakat terkadang membeli barang bekas hanya untuk memenuhi keinginan tanpa mempertimbangkan kebutuhan. Hal ini menyebabkan munculnya lebih banyak sampah yang harus diolah, mengonsumsi sumber daya yang tidak diperlukan.
“Selain itu, thrifting juga bisa mempengaruhi keberlangsungan industri. Membeli barang bekas dapat mengurangi permintaan produsen dan brand pakaian dalam negeri, hingga kemudian menurunkan pendapatan produsen dan brand pakaian dalam negeri. Industri yang terkena dampak dari transaksi ilegal ini termasuk pabrik, toko retail, dan juga para pekerja terkait di keseluruhan rantai pasok di industri pakaian,” kata Arsjad dalam keterangannya, Senin, 20 Maret 2023.
Arsjad pun membeberkan bukti nyata dampak negatif thrifting yang membuat industri tekstil di sebuah negara hancur. Hal itu terjadi di Kenya dan Chile.
Di Kenya, masuknya pakaian bekas impor ilegal secara drastis membuat jumlah tenaga kerja pada industri tekstil merosot. Saat masa jaya, industri tekstil Kenya bisa menyerap 30% jumlah pekerja formal, atau lebih dari 200 ribu pekerja. Namun kini hanya menyerap kurang dari 20.000 pekerja karena tingginya jumlah impor pakaian bekas.
Sementara di Chile, lanjut Arsjad, sebanyak 59.000 ton sampah tekstil didatangkan ke Chile dari berbagai penjuru dunia. namun, sampah-sampah ini kemudian menggunung karena mayoritas tidak dapat terserap pasar.