PIKIRAN RAKYAT - Bambu runcing menjadi bagian dari sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajah. Senjata tradisional itu bahkan dijadikan monumen di Surabaya, Jawa Timur, karena digunakan oleh rakyat Indonesia sebagai alat perlawanan selama masa penjajahan Belanda.
Lalu, benarkah rakyat Indonesia melawan Belanda menggunakan bambu runcing? Dirangkum Pikiran-Rakyat.com dari berbagai sumber, simak 'setengah mitos' masa penjajahan Belanda.
Jenderal Besar Abdul Haris Nasution pernah ditanya apakah bambu runcing pernah benar-benar menjadi senjata ampuh perjuangan rakyat Indonesia dalam sebuah wawancara. Dalam buku 'Bisikan Nurani Seorang Jenderal : Kumpulan Wawancara Dengan Media Massa', dia pun menjawab "adalah setengah mitos".
Dia menuturkan bahwa pada pertempuran yang sesungguhnya, bambu runcing lebih banyak dijadikan senjata semangat.
Sementara itu, R.H.A Saleh dalam buku bertajuk "...Mari Bung, rebut kembali!" menuturkan bahwa bambu runcing mulai dikembangkan pada masa pendudukan Jepang. Senjata itu digunakan untuk mengadang pasukan payung musuh yang diterjunkan dari udara.
Tentara Jepang menyebut bambu runcing dengan sebutan takeyari. Mereka melatih laki-laki dan perempuan cara menggunakan senjata tersebut. Latihan bahaya udara juga digiatkan, terutama pada saat Jepang semakin terdesak Sekutu.
Rakyat dilatih perang-perangan, dan sawah-sawah dipasangi bambu runcing untuk merintangi penerjunan tentara musuh. Namun, bambu runcing pula yang digunakan pejuang Indonesia untuk menghadapi Jepang.
Tidak hanya pejuang dari kelaskaran yang menggunakan bambu runcing, sebagian besar anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) juga menggunakannya. Hal itu dilakukan, karena setiap kesatuan BKR hanya memiliki tidak lebih dari 1 persen senjata api, terutama dipegang para komandannya.