kievskiy.org

Pemilik Sapi Positif Antraks di Gunung Kidul Jual 1 Lagi Sapi Sakit, Warganet Panik

Ilustrasi sapi. Kasus antraks di Gunung Kidul, pemilik sapi sebut ada satu lagi sapi sakit yang telah dijual.
Ilustrasi sapi. Kasus antraks di Gunung Kidul, pemilik sapi sebut ada satu lagi sapi sakit yang telah dijual. /Pexels/Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Setelah geger munculnya kasus antraks yang memicu kematian tiga warga di Gunung Kidul, Yogyakarta, kini keterangan si pemilik sapi menimbulkan keresahan baru. Pasalnya, pemilik sapi positif antraks, Suyoto mengatakan sejatinya dia memiliki dua ekor sapi. Jika satu sapi disembelih dan dibagikan untuk dikonsumsi bersama warga setempat, satunya lagi diakui Suyoto telah dijual.

"Kemarin kan kejadiannya itu sakit satu hari. Terus yang satunya meninggal. Tapi kalo yang satunya tak' jual (aku jual)," kata dia, dikutip dari akun TikTok Jogja Tv, Minggu, 9 Juli 2023.

Saat ditanyai apakah sapi yang mati disembelih atau dikuburkan, si bapak menjawab hewan ternaknya itu langsung disembelih untuk kemudian dibrandu, alias dibeli hasil patungan warga dan dikonsumsi bersama-sama.

"Itu (langsung) disembelih di sini, (terus) dibagi warga-warga," ucap Suyoto.

Baca Juga: Perbaikan Saluran Drainase, Jalan Panorama Lembang Sempat Ditutup

Brandu, merupakan tradisi lama yang khususnya sudah lazim di kawasan Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tradisi tersebut merujuk pada kebiasaan warga di satu desa untuk mengumpulkan iuran uang ketika ada ternak salah satu warga yang sakit atau mendadak mati. Dana yang berhasil dikumpulkan nantinya akan diberikan kepada pemilik ternak, sebagai pengganti sapi yang kemudian dibagikan merata kepada masyarakat.

Menurut Suyoto, tradisi Brandu dilatarbelakangi oleh prinsip gotong royong yang dianut masyarakat dusunnya. Dia juga mengatakan hal ini telah dilakukan warga setempat sejak lama.

"Kan itu dari tradisi dusun, dari dulu itu (prinsipnya) gotong royong. Kalau ada kematian hewan dari dulu sampai sekarang kan biasane (biasanya) masih gitu," ucapnya.

Namun demikian dia menambahkan, tradisi ini akan lekas ditinggalkan masyarakat, terutama setelah penyakit antraks menyerang warga hingga menelan korban jiwa. "Tapi, mulai (ditinggalkan) ini, sesudah terjadi ini, mulai dikubur (sapi yang mati)," katanya lagi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat