kievskiy.org

Ketua MPR Setuju Penerapan Single Salary: Biar Tidak Ada Eselon 1 yang Rangkap Jabatan

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo /MPR RI

PIKIRAN RAKYAT – Rencana penerapan sistem penggajian single salary atau gaji tunggal bagi PNS menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Saat ini sistem tersebut diuji coba di KPK dan PPATK, dan akan diberlakukan pada 2024 mendatang.

Dengan adanya single salary, PNS tetap mendapat tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan yang digabung dengan gaji utama. Jumlah tunjangan kinerja diberikan berdasarkan tanggung jawab dan kinerja pegawai.

Jumlah tunjangan kinerja dalam sistem single salary adalah sebesar 5 persen dari gaji yang diterima. Jika PNS memiliki kinerja baik makan akan mendapatkan tunjangan tambahan, sedangkan bagi pegawai dengan kinerja buruk akan mendapat tunjangan pengurangan.

Sedangkan untuk tunjangan kemahalan dihitung berdasarkan kolom indeks gaji dan tunjangan kinerja di tabel indeks penghasilan, yang dikalikan dengan indeks harga yang berelaku di masing-masing daerah tempat PNS yang bersangkutan bekerja. Nantinya akan ada evaluasi paling lama setiap tiga tahun.

Baca Juga: Warga Majalengka Harus Tempuh 3 Km demi Bisa Minum, Air PDAM Tak Mengalir

Sistem single salary mendapat dukungan penuh dari Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Menurut Bamsoet, sangat baik untuk menghindari adanya rangkap jabatan yang sering dilakukan PNS golongan eselon 1.

PNS dengan jabatan tinggi tersebut sering merangkap sebagai komisaris BUMN. Bahkan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) banyak dijumpai praktik tersebut.

“Penerapan single salary dapat menghindarkan rangkap jabatan ASN, khususnya yang sudah di posisi eselon 1 dan menjadi komisaris di berbagai BUMN, sebagaimana yang saat ini lazim terjadi di berbagai kementerian dan lembaga. Bahkan, di Kemenkeu, banyak pejabat ASN yang rangkap jabatan sebagai komisaris di berbagai BUMN,” ujar Bamsoet.

Tentu saja rangkap jabatan yang terjadi menimbulkan kecemburuan sosial bagi para PNS. Hal itu juga memicu timbulnya konflik kepentingan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat