PIKIRAN RAKYAT - TikTok Shop yang berperan ganda sebagai media sosial sekaligus e-commerce, resmi ditutup pada 4 Oktober lalu.
Penutupan tersebut menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan harga saham dua e-commerce, yakni Bukalapak dan Tokopedia.
Selain itu, penjualan dan Facebook Ads dan Instagram Ads juga meningkat, disusul persaingan industri e-commerce yang lebih intens.
Namun, menurut pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember Yohanes Gunawan Wibowo, dampak positif tersebut bisa saja hanya terjadi sementara. Sebab, ada kemungkinan platform tersebut hadir kembali dengan cara yang berbeda.
Di sisi lain, konsekuensi penutupan TikTok Shop akan memengaruhi pelaku bisnis yang mengandalkannya. Mereka dituntut memutar otak demi meningkatkan kemampuan bisnis secara online dan offline.
"Secara keseluruhan, TikTok Shop adalah contoh nyata bagaimana strategi manajemen yang adaptif dapat memungkinkan bisnis bertahan dalam era disruptif yang cepat berubah," katanya dilansir dari Antara.
TikToko Shop dinilai berhasil dalam menciptakan fenomena pembelian impulsif. Karena, platform ini sudah menggabungkan hiburan dengan pengalaman berbelanja, menggunakan analisis big data untuk menyajikan konten yang sesuai preferensi konsumen. Dalam konten-konten tersebut, produk yang ditampilkan pun sesuai dengan keinginan konsumen.
"Hal itu menunjukkan bahwa TikTok Shop menjadi ancaman serius bagi industri e-commerce di Indonesia. TikTok Shop telah menerapkan strategi pemasaran yang hampir sempurna, menciptakan persaingan yang lebih kompleks di pasar," ujarnya.