kievskiy.org

Bolehkah Presiden Memihak dan Ikut Kampanyekan Paslon Tertentu dalam Pemilu?

Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi. /BPMI Setpres/Laily Rachev

PIKIRAN RAKYAT - Pernyataan terbaru Presiden Joko Widodo (Jokowi) geger dan sontak menjadi sorotan publik. Jokowi secara terang-terangan menyatakan Presiden RI boleh berpihak terhadap paslon tertentu dalam Pilpres 2024. Ia bahkan mengisyaratkan niat turun gunung, berkampanye untuk paslon pilihannya.

Apakah hal tersebut diperbolehkan oleh peraturan perundangan di Indonesia?

Dalam pemilu dan pilpres, setiap warga negara memiliki hak untuk memihak dan memilih salah satu pasangan calon yang sedang berkontestasi. Hak ini juga dimiliki presiden sebagai seorang individu.

Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 23 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

Kemudian, dalam Pasal 43 ayat (1) UU HAM, dijamin juga hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum.

Namun, sebagai kepala negara, presiden sudah sepatutnya bersikap netral tanpa menunjukkan kecenderungan terhadap salah satu peserta pemilu. Hal ini lantaran supaya pemilu berjalan secara demokratis, jujur, dan adil.

Tuntutan moral ini juga berkaitan dengan posisi presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dan kepala negara sesuai dengan mandat konstitusi.

Sejatinya, dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, presiden dituntut untuk menjaga netralitas selama pesta demokrasi berlangsung. Misalnya, pada Pasal 48 ayat (1) huruf b UU Pemilu, KPU melapor kepada DPR dan presiden mengenai pelaksanaan tugas penyelenggaraan seluruh tahapan pemilu dan tugas lainnya.

Berikutnya dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU Pemilu, telah diatur bahwa presiden berperan dalam membentuk keanggotaan tim seleksi dalam menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat