kievskiy.org

Cuma Amatir yang Curangi Pemilu pada Hari H, Profesional Memanipulasinya Setahun Sebelumnya

Seorang warga negara Indonesia (WNI) mencelup jarinya pada tinta usai menyalurkan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada pemilu 2024 di Pusat Dagangan Dunia Kuala Lumpur (WTC), Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu, 11 Februari 2024.
Seorang warga negara Indonesia (WNI) mencelup jarinya pada tinta usai menyalurkan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada pemilu 2024 di Pusat Dagangan Dunia Kuala Lumpur (WTC), Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu, 11 Februari 2024. /Antara/Rafiuddin Abdul Rahman

PIKIRAN RAKYAT - Kualitas pemilu di seluruh dunia mengalami penurunan. Profesor bidang demokrasi dari Universitas Birmingham, Inggris, Nic Cheeseman, mengungkapkan bahwa tak ada pemilu yang sempurna, tetapi pemilu yang berkualitas tinggi memberi kuasa pada pemilih untuk memilih pemerintahan mereka dan meminta pertanggungjawaban pemimpin mereka.

Para ahli mengungkapkan bahwa terjadinya manipulasi pemilih bisa terjadi kapan saja, bukan cuma pada saat hari pencoblosan. "Hanya amatir yang mencurangi pemilu pada hari pemilu. Para profesional memanipulasi pemilu setahun sebelumnya,," kata Cheeseman menegaskan.

Adapun teknik yang dipakai memanipulasi pemilu mencakup penggunaan pihak berwenang oleh pemerintah yang berkuasa untuk mengintimidasi oposisi, menyensor media supaya oposisi tidak bisa mengamplifikasi pesannya, serta menyiasati proses pendaftaran pemilu guna menguntungkan partai yang berkuasa.

Pejabat pemilu Uni Eropa Riccardo Chelleri mengatakan, yang biasanya terjadi adalah petahana menunjuk hakim yang tidak independen, sehingga tidak ada banding terhadap hasil akhir yang diterima.

Teknik manipulasi pemilu lainnya adalah gerrymandering, kala pemilihan daerah direkayasa guna menguntungkan kelompok tertentu. Partai berkuasa atau pemerintah juga bisa menggunakan uang rakyat untuk meningkatkan kampanye petahana, menyebarkan disinformasi guna mendiskreditkan proses pemilu, atau membeli suara.

Cheeseman berujar, di Amerika Serikat terdapat kekhawatiran besar ihwal persekongkolan, penindasan terhadap pemilih, dan disinformasi. "Kita telah menyaksikan bagaimana pesan digital palsu dimanipulasi agar terdengar seperti Presiden Joe Biden yang memberitahu masyarakat agar tidak repot memilih, padahal itu belum dalam masa kampanye," tuturnya, seperti dilaporkan BBC News Indonesia, diakses 12 Februari 2024.

Potensi kecurangan saat pemilu

Ilustrasi capres di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
Ilustrasi capres di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.

Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta berujar, potensi kecurangan saat pencoblosan sampai pada proses penghitungan surat suara pada Pemilu 2024 lebih besar bila dibandingkan dengan Pemilu 2019. Setidaknya ada tujuh bentuk kecurangan yang akan terjadi di lapangan, seperti beli suara, kongkalikong mencoblos surat suara cadangan, sampai mobilisasi pemilih yang mengeklaim masuk Daftar Pemilih Khusus (DPK).

Pemilih DPK adalah dia yang menggunakan hak pilih sesuai dengan alamat KTP elektronik, datang ke TPS satu jam terakhir pemungutan suara atau pukul 12.00 sampai 13.00 waktu setempat. DPK bisa dilayani sepanjang surat suara masih tersedia dan bisa mendapatkan surat suara Presiden dan Wakil Presiden, DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat