kievskiy.org

HPN 2024: Greenpeace Soroti Buruknya Praktik Usaha Sektor Kehutanan di Indonesia

Petugas melakukan proses pemadaman dan pendinginan kebakaran hutan dan lahan di kawasan Desa lapang, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (17/2/2024).
Petugas melakukan proses pemadaman dan pendinginan kebakaran hutan dan lahan di kawasan Desa lapang, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (17/2/2024). /Antara Foto/Syifa Yulinmas. ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT – Organisasi lingkungan non-profit, Greenpeace Indonesia menyoroti praktik buruk usaha sektor kehutanan di Indonesia yang memberikan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Salah satunya, kebakaran hutan dan lahan yang tidak pernah terselesaikan.

Senior Forest Campaigner Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra, mengatakan, buruknya praktik usaha di sektor-sektor seperti perkebunan kelapa sawit hingga industri hutan tanaman industri atau kebun kayu menjadi sorotan global.

“Kebakaran hutan mungkin sudah menjadi rutinitas tahunan yang selalu diberitakan di media, tapi tidak pernah terselesaikan,” kata Syahrul Fitra dalam seminar bertajuk "Selamatkan Planet Bumi Melalui Penerapan Prinsip ESG" dalam rangka Hari Pers Nasional di Candi Bentar, Ancol, Jakarta Utara, Minggu, 18 Februari 2024.

Menurut Syahrul, sejak kebakaran hutan terbesar pertama pada 1997 sampai 2019, kebakaran hutan dan lahan selalu terulang. Dia menilai kebakaran tersebut tidak mungkin terjadi dengan sendirinya begitu saja, karena dipastikan ada faktor yang mendorong terjadinya kebakaran itu yang melibatkan sebuah perusahaan.

Baca Juga: HPN 2024: 'Konflik Abadi' Pengusaha dan Masyarakat Adat, Sampai Sekarang Masih Tersendat

“Mungkin kalau yang sudah sering meliput kebakaran sudah tahu tahu perusahaan A, perusahaan B terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan tersebut. itu adalah bentuk praktik buruk yang menjadi sorotan bukan hanya di Indonesia tapi juga di Global terhadap sektor bisnis tersebut di Indonesia,” tuturnya.

Pers berperan penting selamatkan bumi dari kerusakan

Syahrul lantas mengingatkan kembali perihal peran penting pers dalam rangka menyelamatkan bumi dari dampak kerusakan lingkungan tersebut. Dia menyatakan bahwa peran pers sangat dibutuhkan sebagai kontrol sosial pembangunan dan industri di Indonesia.

Sebagai contoh, kerusakan alam yang terjadi di Sulawesi akibat penambangan nikel secara besar-besaran.

“Saya contohkan di sini, ketika Majalah Tempo meliput nikel yang merusak hutan, beberapa minggu setelah itu pemerintah menetapkan adanya satu perusahaan yang bermasalah dan ada yang ditetapkan tersangka,” kata Syahrul Fitra.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat