PIKIRAN RAKYAT - Pengeras suara yang keras dan berulang membuat Dian Amalia, warga muslim yang indekos di Beji, Depok, Jawa Barat, merasa terganggu. Dia mengungkapkan, selama memasuki Ramadan kerap mendengar pengeras suara masjid bertambah keras.
"Sebenarnya kalau suara keras tidak apa-apa, tapi jangan lama dan berulang kali. Dan digunakan memang seperlunya saja," tuturnya, "kalau sudah cukup, sudah. Jangan sampai sejam tadarusnya, atau membangunkan orang lain untuk sahur, karena orang juga beda-beda jam sahurnya."
Sama dengan Dian, Sri (bukan nama sebenarnya) juga mengeluhkan hal yang sama. Beberapa kali terbangun akibat pelantang suara dari sebuah masjid di dekat rumahnya.
"Sejujurnya sering merasa terganggu, terutama saat suaranya tidak tentu. Jam berapa pun bisa kencang suaranya, apalagi saat hari Minggu," ucapnya, "itu yang menurutku perlu dipertimbangkan, kita sebagai orang Kristiani seharusnya bisa beribadah, itu juga terinterupsi oleh suara dari masjid."
Kendati demikian, Sri memahami keperluan warga sekitar akan suara masjid yang menandakan waktu untuk menjalankan ibadah atau waktu berbuka puasa. Namun, Sri berharap agar warga nonmuslim yang tinggal berdampingan juga turut dipikirkan.
Pedoman penggunaan pengeras suara
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sudah menandatangani Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Di dalamnya diterangkan ihwal penggunaan pelantang suara luar dan dalam.
Salah satu poin yang terdapat dalam edaran itu adalah imbauan untuk menggunakan pengeras suara dalam kala salat Tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tilawah Al-Qur'an.
Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie mengatakan, pedoman penggunaan pengeras suara itu tidak melarang penggunaannya dan tak membatasi syiar Ramadan.