kievskiy.org

Kemenag Tak Sepakat dengan MUI yang Haramkan Salam Agama Lain, Umat Islam Harus Nurut Siapa?

Ilustrasi saling menyapa.
Ilustrasi saling menyapa. /Pexels/Muhammad Dzaki Zaidan

PIKIRAN RAKYAT - Kementerian Agama (Kemenag) tampaknya tak sepakat dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan ucapan salam agama lain oleh Umat Islam. Lalu, umat Islam harus menuruti keputusan siapa?

Fatwa haram tersebut disampaikan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII pada Kamis 30 Mei 2024. Dalam acara itu, MUI menetapkan ketentuan bahwa ucapan salam yang bermakna doa khusus agama lain hukumnya haram diucapkan umat Islam.

"Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh.

Dia menekankan bahwa pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan atau moderasi beragama yang dibenarkan. Sebab, pengucapan salam dalam Islam merupakan doa yang bersifat ubudiah (bersifat peribadatan).

"Karenanya, harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain," ujar Asrorun Niam Sholeh.

Dia juga menuturkan penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam, dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan atau moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.

Sebagai solusinya, dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu’alaikum, salam nasional, atau salam lainnya, yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain. Contohnya adalah mengucapkan 'selamat pagi, siang, atau sore'.

Menurut Asrorun Niam Sholeh, Islam menghormati pemeluk agama lain dan menjamin kebebasan umat beragama dalam menjalankan ajaran agama. Itu sesuai dengan keyakinannya dengan prinsip toleransi dan tuntunan Al-Quran pada ayat “lakum dinukum wa liyadin (untukmu agamamu dan untukku agamaku)", tanpa mencampuradukkan ajaran agama atau sinkretisme.

"Dalam masalah muamalah, perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk terus menjalin kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara harmonis, rukun, dan damai," tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat