kievskiy.org

Penggiat Pemilu Dorong DKPP Jatuhkan Sanksi Maksimal kepada Pelaku Asusila

Ilustrasi tindakan asusila.*
Ilustrasi tindakan asusila.* /Pixabay.

PIKIRAN RAKYAT - Sejumlah penggiat pemilu dan aktivis kesetaraan gender menyampaikan surat terbuka untuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dalam surat terbuka itu, mereka mendorong DKPP menjatuhkan sanksi maksimal kepada pelaku kekerasan terhadap perempuan.

Surat terbuka itu dilayangkan di tengah isu dugaan asusila Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terhadap seorang perempuan yang jadi anggota Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda. Hasyim sudah menjalani dua rangkaian sidang tertutup, tinggal DKPP menyampaikan putusannya.

Sebanyak 15 tokoh terlibat dalam surat terbuka itu, termasuk sejumlah mantan anggota KPU RI seperti Prof. Ramlan Surbakti, Hadar Nafis Gumay, dan Evi Novida Ginting Manik. Ada pula mantan anggota Bawaslu RI, yakni Wahidah Suaib dan Wirdyaningsih.

Selain itu, sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang turut serta dalam surat terbuka itu. Di antaranya ialah dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesia Corruption Watch (ICW), International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Kalyanamitra.

Kemudian Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Maju Perempuan Indonesia (MPI), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Institut Perempuan, serta Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia.

Menurut mereka, penyelenggara pemilu adalah beranda dan garda terdepan dalam demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, perilaku, sikap, dan tindak tanduk penyelenggara pemilu bukan hanya menjadi perhatian, tetapi juga menjadi teladan para pemangku kepentingan.

Kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan yang tidak dapat dimaafkan, apalagi dibenarkan, karena menciderai nilai-nilai demokrasi, melanggar hak asasi manusia, serta amat tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dalam kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu.

"Untuk itu, penyelenggara pemilu yang melakukan kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu, yang harus mendapatkan hukuman maksimal berupa pemberhentian tetap dari keanggotaan penyelenggara pemilu," kata mereka, dalam keterangan tertulis, Jumat, 14 Juni 2024.

Mengingat, penyelenggara pemilu dalam tugas dan kewenangannya berinteraksi intensif dengan banyak perempuan. Baik dari kelompok pemilih, peserta pemilu, pemantau, media, organisasi kemasyarakatan, lembaga dan instansi pemerintahan, serta masih banyak lainnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat