kievskiy.org

Ibnu Khaldun: Sejarawan, Bapak Sosiologi, dan Penghafal Al-Qur'an

Ilustrasi buku. Ibnu Khaldun, pemikir besar Islam, berperan dalam ilmu sejarah, sosiologi, hingga ekonomi.
Ilustrasi buku. Ibnu Khaldun, pemikir besar Islam, berperan dalam ilmu sejarah, sosiologi, hingga ekonomi. /Unsplash/Clarisse Meyer

PIKIRAN RAKYAT – Ibnu Khaldun yang memiliki nama lengkap Waliyuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin al-Hasan bin Jbir bin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrahman bin Khaldun, merupakan seorang sejarawan asal Tunisia.

Abu Zaid, begitulah sebutan nama keluarganya, lahir di Tunisia pada 27 Mei 1332 Masehi. Kakeknya, Muhammad bin Muhammad, adalah seorang Kepala Rumah Tangga Istana dinasti Hafs yang sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana. Ayahnya memiliki nama persis dengan sang kakek merupakan ilmuwan yang mahir dalam berbagai bahasa.

Sejarawan berkebangsaan Arab ini dianggap sebagai pendiri Historiografi atau ilmu yang mempelajari penulisan sejarah. Selain itu, ia juga disebut sebagai ahli sosiologi dan juga ahli ekonomi.

Jauh sebelum ekonom-ekonom Barat seperti Adam Smith dan Ricardo menyampaikan teori ekonominya, Ibnu Khaldun sudah terlebih dahulu melahirkan gagasan dalam berbagai teori ekonomi. Teori-teorinya tersebut telah diakui dan diterapkan oleh para pemikir dunia hingga sekarang, tak heran jika dirinya dianggap sebagai “Bapak Ekonomi Dunia.”

Baca Juga: Mengenal Aa Gym, Perjalanan Pendiri Daarut Tauhid dari Waktu ke Waktu

Latar belakang keluarga yang terkenal dan terpelajar mampu membentuk dirinya menjadi seorang laki-laki yang cerdas dan bertanggung jawab bagi perkembangan kariernya. Selain itu, dunia politik dan ilmu pengetahuan sangat melekat dalam dirinya.

Sejarawan ini hidup pada saat dunia Islam mengalami kekacauan, termasuk terjadi instabilitas politik dan stagnasi intelektual. Sayangnya, Ibnu Khaldun lahir di waktu yang kurang tepat untuk menumbuhkan respons di kalangan umat Islam yang sedang kacau itu. Namun demikian, ia mampu membangunkan umat muslim yang ‘sedang tertidur.’

Semasa muda, ia telah menghafal dan mempelajari berbagai macam cara membaca Al-Qur'an berikut dengan penafsirannya. Tak hanya itu, kecerdasannya juga mampu membuat dirinya dengan cepat mempelajari berbagai tata bahasa dan retorika. Ia juga dengan hebat menyebut nama para gurunya beserta sifat-sifatnya.

Abu Zaid memiliki ketertarikan di bidang hadits, fiqih, fiologi, hingga puisi. Selain itu, ia juga menekuni ilmu logika dan filsafat, kehebatannya itu diakui oleh semua gurunya. Namun sayangnya, pendidikannya berhenti ketika sang ayah wafat pada saat dirinya berusia 17 tahun akibat wabah The Black Death dengan meninggalkan lima orang putra.

Baca Juga: Mengenal Penyakit Glositis Beserta Penyebab dan Cara Penanganannya

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat