PIKIRAN RAKYAT - Materi tentang jaminan sosial di dalam Modul Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) direncanakan sudah bisa dipelajari pada tahun ajaran baru 2024/2025. Materi tersebut menjadi bagian pembelajaran siswa yang sifatnya kokurikuler.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Nunung Nuryartono, mengatakan bahwa P5 dengan muatan tentang jaminan sosial ini telah diluncurkan secara resmi pada akhir 2023. Beberapa persiapan telah dilakukan sejak peluncurannya.
"Tahapan-tahapannya kami sudah mempersiapkan guru, kemudian beberapa pilot project di sekolah-sekolah, melihat responsnya seperti apa. Mudah-mudahan di tahun ajaran baru, berarti kan pada 2024/2025, itu sudah mulai bisa dilakukan, terutama di kelas X," tuturnya.
Nunung menambahkan, muatan tentang jaminan sosial dalam Modul P5 tersebut sifatnya sebagai modul kokurikuler bagi siswa atau kegiatan yang menguatkan pemahaman terhadap materi ajar yang telah diberikan guru di kelas.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Agus Suprapto, mengatakan bahwa literasi jaminan sosial sejak dini dikarenakan kerentanan sosial selalu menghantui semua masyarakat Indonesia. Pasalnya dengan pengetahuan yang diberikan sejak dini mengenai jaminan sosial kesehatan ataupun ketenagakerjaan diharapkan masyarakat sejak dini bisa mengenali program jaminan sosial dan mengatasi kerentanan.
"Karena kerentanan itu mempengaruhi siklus kehidupannya nanti. Orang bisa jatuh miskin karena kesehatan. Orang bisa jatuh miskin begitu kehilangan pekerjaan, jadi semua dijamin akan dipahamkan di buku ini," ujarnya.
Literasi asuransi masih rendah
Lebih lanjut, Agus Suprapto menyampaikan, latar belakang dibuatnya modul jaminan sosial ini adalah literasi asuransi masyarakat Indonesia yang masih sangat rendah.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK pada 2022, menunjukkan indeks literasi asuransi masyarakat Indonesia sebesar 31,72 persen, lebih rendah dibandingkan perbankan sebesar 49,93 persen. Kemudian, tingkat inklusi asuransi hanya mencapai 16,63 persen dan jauh di bawah perbankan yang mencapai 74,03 persen.
"Peningkatan pemahaman melalui kampanye, sosialisasi, serta edukasi literasi pentingnya jaminan sosial menjadi urgensi dan perlu dilakukan," kata Agus.