kievskiy.org

Jejak Bersejarah RPH Ciroyom Kota Bandung yang Kena Libas Kereta Cepat

Bangunan RPH Ciroyom yang berada di kawasan dengan kantor Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung.
Bangunan RPH Ciroyom yang berada di kawasan dengan kantor Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung. /Dok. Humas Kota Bandung

PIKIRAN RAKYAT - Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Ciroyom yang berada di Jalan Arjuna No. 25 Kota Bandung tak hanya sekadar bangunan biasa. Gedung itu memiliki nilai sejarah terkait proses penyediaan pangan untuk warga Kota Bandung tempo dulu hingga kini.

Padjagalan Haminteu. Demikian koran lawas berbahasa Sunda, Sipatahoenan menamai RPH Ciroyom dalam judul pemberitaannya pada Selasa, 4 Februari 1941. Padjagalan Haminteu atau Pejagalan Gemeente menunjukkan tempat pemotongan hewan tersebut berstatus dan dikelola Pemerintah Kota Bandung saat itu. Sipatahoenan mengulas warta sebelumnya tentang jumlah hewan yang disembelih mulai dari sapi, kerbau hingga lainnya mencapai 51.675 ekor pada 1940 di wilayah Kota Bandung. Pada 1941, jumlah hewan yang disembelih diperkirakan mencapai 72.400 dengan rincian 60 ribu sapi dan kerbau, 1.400 domba dan kambing, serta 11 ribu babi.

Sipatahoenan mencatat, Pejagalan Ciroyom memperoleh keuntungan dari usaha penyembelihan hewan itu. Pada 1941, pejagalan Pemkot tersebut memperoleh penghasilan f 127.050 dan 1940 hanya f 104.350. Penghasilan itu didapat dari sejumlah hal sepeti pemeriksaan hewan di dalam pejagalan, sewa kandang, biaya timbang, biaya dan pajak penyembelihan. "Djadi tetela pisan jen penghasilan Haminteu tina padjagalan (Abbatoir-bedrijf) teh beuki ngalobaan bae," tulis Sipatahoenan mengenai penghasilan Pemkot dari pejagalannya semakin bertambah. Sipatahoenan bahkan berkesempatan masuk ke pejagalan yang disebutnya memiliki pekarangan yang sangat luas.

Baca Juga: Sejarah Eigendom Verponding, Dibuat pada Era Hindia Belanda, Sekarang Jadi Rawan Sengketa Tanah

Tempat pertama yang didatangi adalah lokasi penyembelihan sapi dan kerbau. Tempat itu bising oleh suara para pegawai dan bunyi mesin pengangkut daging. "Dipeuntjitna sapi, moending, domba djeung embe di dinja teh saperti atoeran meuntjit di kampoeng bae, nja eta kalawan atoeran anoe henteu ngalanggar sja'ra agama Islam (Penyembelihan sapi, kerbau, domba dan kambing di tempat itu seperti aturan penyembelihan di kampung, yakni sesuai aturan yang tidak melanggar syariat Agama Islam)," tulis Sipatahoenan.

Bahkan pelaksanaan penyembelihan lebih baik lantaran segala peralatannya tersedia. Tempat lain yang dikunjungi adalah kandang sapi dan kerbau yang ukurannya sangat luas guna menampung 240 kerbau dan sapi. Uniknya, Sipatahoenan mencatat adanya zijspoor, jalur kereta api dari stasiun (gudang) ke pekarangan pejagalan hingga dekat sekali dengan kandang. Proses pengurusan daging hewan pun terbilang higienis. Sesudah dibersihkan, disimpan di gudang hingga dikeluarkan, tak tersentuh sama sekali oleh tangan.

"Sabab kabeh geus dikaitkeun kana kabel sarta kabeh oge didjalankeunana koe listrik (Sebab semua daging dikaitkan ke kabel serta semua prosesnya dijalankan tenaga listrik)." Agar daging tak tertukar antarpemilik hewan, ada penomoran. Daging lalu disimpan di gudang menunggu diambil para pemiliknya. Pengambilan setiap hari hanya berlangsung dua kali, yaitu pada subuh dan sore.

Baca Juga: Perjalanan Panjang Sejarah Pramuka di Indonesia, Hampir Gagal Karena Kurang Kekompakan

Gambaran yang ditulis Sipatahoenan kala negeri ini belum merdeka menjadi bukti betapa bersejarahnya RPH Ciroyom. Ada yang menyebut pejagalan tersebut dibangun pada 1935 dengan arsitek bernama Brinkman. Sementara dalam www.bandung.go.id pada 15 Juli 2022 disebutkan, RPH Ciroyom didirikan pada 1928 dan diresmikan pada 1935. Hal itu merujuk pernyataan Kepala UPT RPH Endang Pritana. Luas bangunan sendiri mencapai 400 meter persegi. Sementara bangunan disebut bergaya art deco. Penelusuran Pikiran Rakyat mendapati arsitek pejagalan itu bernama Gerrit Hendriks dengan tahun pengerjaan pada 1935.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat