kievskiy.org

Tangan Kreatif Warga Kampung Ciwaru Bandung Barat, Sulap Buah Berenuk Jadi Tas Unik dan Elok

Warga mengukir gambar pada batok kering buah berenuk di Kampung Ciwaru, Desa Bojongmekar, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Selasa, 16 Januari 2024. Kreativitas warga mampu mengubah berenuk menjadi tas unik dan elok.
Warga mengukir gambar pada batok kering buah berenuk di Kampung Ciwaru, Desa Bojongmekar, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Selasa, 16 Januari 2024. Kreativitas warga mampu mengubah berenuk menjadi tas unik dan elok. /Pikiran Rakyat/Bambang Arifianto

PIKIRAN RAKYAT - Di tangan orang kreatif, buah berenuk yang jarang dimanfaatkan justru bisa menjadi sebuah karya seni. Buah tersebut "disulap" menjadi tas yang elok dan unik di Kampung Ciwaru, Desa Bojongmekar, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat.

Asep Kurnialloh, 45 tahun mulai mengasah pisau raut agar tajam sebelum memulai pekerjaannya siang itu di kediamannya, Kampung Ciwaru, RT 4 RW 8, Selasa, 16 Januari 2024. Pria yang akrab dipanggil Avet tersebut mencungkil kulit permukaan batok berenuk yang telah kering. Pisau raut di tangannya tangkas melepas kulit tempurung dan mengikuti alur huruf sebuah nama dalam kertas yang tertempel di sana. Begitulah aktivitas Avet kala mengubah berenuk menjadi karya seni.

Buah yang jarang dimanfaatkan warga itu ternyata bisa diubah menjadi tas selempang hingga tas pinggang dengan ukiran gambar tertatah. Ia mulai menjadi perajin berenuk saat pandemi Covid-19 melanda negeri ini pada 2020. Avet yang mulanya bekerja di proyek LRT di Cawang, Jakarta harus pulang ke kampung halamannya karena pagebluk tersebut. Di tengah vakumnya pekerjaan, ia mulai coba-coba berkreasi dengan berenuk.

"Nyobian ngadamel langsung tas (Pertama kali mencoba langsung membuat tas)," kata Avet saat ditemui Pikiran Rakyat di tempat tinggalnya, Senin siang. Uji coba perdana pembuatan karya tak berlangsung mulus. Bagian tersulitnya adalah memahat gambar di permukaan buah yang telah dibongkar isinya dan dikeringkan tersebut. Avet terkadang salah membuang bagian kulit yang justru seharusnya dipertahankan agar membentuk gambar. Demikian pula sebaliknya.

Baca Juga: Nasib Guru di Kabupaten Bandung Barat: Dedikasi Tinggi, Penghasilan Minim dan Tak Pasti

Urusan karakter warna agar muncul saat digambar juga butuh serangkaian uji coba. Warna yang keluar dari batok berenuk yang telah garing itu semestinya kecoklatan. Namun, lanjut Avet, warna yang muncul malah keputih-putihan. Akibatnya, objek gambar yang dipahat malah tak kelihatan. Berbagai percobaan yang dilakukan akhirnya membuat ia mengerti proses menghadirkan karakter gambar melalui warna yang diinginkan.

Jika warna berenuk masih putih setelah dikeringkan, ia mengakalinya dengan mengupas kembali permukaan kulit buah tersebut. Proses penjemuran hingga kering pun mesti maksimal dan butuh waktu dua minggu. Saat pertama kali menatah gambar, Avet cuma mengandalkan foto dari pemesan. Kemampuannya meniru sosok dalam foto dan menuangkan dalam pahatan berenuk terbilang akurat. Begitu pula saat melubangi berenuk dengan gergaji manual yang kecil dan sederhana, presisinya tak diragukan.

Kini, ia juga memahat dengan mengandalkan gambar dan huruf yang dicetak dalam bentuk siluet. Dengan cara tersebut, Avet cukup mencungkil bagian kulit mengikuti pola cetakan itu. Setelah gambar usai, berenuk kemudian dilengkapi tali dari gedebok pohon pisang yang dipilin. Sementara bagian pegangan pada berenuk memakai akar pohon kopi.

Karya Avet rupanya diminati. Untuk pemasaran dan penjualan, ia dibantu dan bekerja sama dengan warga Ciwaru lainnya, Dean Muhammad Irfan, 33 tahun. Dean menuturkan, pemasaran dan promosi dilakukan menggunakan media sosial serta hubungan pertemanan. Karya itu juga dibeli perangkat pemerintah desa hingga tokoh-tokoh masyarakat. Tas-tas dari berenuk juga dijadikan cenderamata atau hadiah. "Nya alhamdulillah (Alhamdulillah, animo membeli karya ini ada)," ucap Dean.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat