kievskiy.org

Polemik Kasus Jiwasraya-Asabari, Pakar: Jangan Sembarangan Gunakan Pasal TPPU

Logo PT Asuransi Jiwasraya.
Logo PT Asuransi Jiwasraya. /Twitter.com/@Jiwasraya

PIKIRAN RAKYAT - Penyitaan aset kasus korupsi Jiwasraya-Asabri makin santer memunculkan protes di kalangan masyarakat.

Kejaksaan Agung dinilai berpotensi melanggar HAM dalam aksi penyitaan hingga perampasan aset masyarakat yang tidak terkait tindak pidana korupsi tersebut.

Pakar Hukum Pencucian Uang Yenti Garnasih angkat bicara. Menurut dia, jika penyidik menggunakan instrumen UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), maka aset yang disita haruslah harta kekayaan yang berasal dari kejahatan korupsi itu.

"Dan betul-betul harus dicari buktinya bahwa aset yang disita berasal dari kejahatan korupsi. Sehingga hanya harta kekayaan yang murni asalnya dari korupsi kasus tersebut yang layak disita. Pastinya aset itu didapatkan terdakwa setelah terjadinya korupsi," kata Yenti pada webinar bertajuk 'Abuse Of Power Atas Aset Berkedok Penegakan Hukum', Senin 9 Agustus 2021.

"Nah ini yang harus betul-betul clear. JPU harus betul-betul bisa menyampaikan hasil penelusurannya berikut dengan bukti-buktinya di dalam peradilan," tuturnya lagi.

Baca Juga: Pakar UI Sebut Ada Dugaan Salah Verifikasi Aset dalam Kasus Jiwasraya-Asabri

Yenti yang juga Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) menambahkan, perlu ada pembuktian oleh JPU mengapa ada aset pihak ketiga yang ikut disita dan dilelang dalam tindak pidana korupsi Jiwasraya maupun Asabri.

Sebab, ada hak seseorang secara perdata dalam sebuah kepemilikan aset. Apalagi, aset tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara.

"Mereka inilah yang harus dilindungi hak-haknya. Apalagi mereka tidak berkaitan dengan pihak yang masuk kepada tindak pidana korupsi nya. Untuk itu kan ada yang namanya hukum acara sehingga para penegak hukum tidak dianggap melakukan abuse of power," ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat