kievskiy.org

Jangan Hambat Perkembangan Model Bisnis E-commerce, Pastikan Regulasi dan Perlindungan Konsumen

Ilustrasi e-commerce.
Ilustrasi e-commerce. /Pixabay/mohamed_hassan

PIKIRAN RAKYAT - Model bisnis e-commerce atau perdagangan digital terus berkembang. Karenanya, e-commerce pun semakin dilirik pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya supaya tidak hanya perdagangan langsung, tapi juga melalui daring.

Hasil statistik e-commerce 2022-2023 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pelaku usaha online kebanyakan adalah pedagang yang juga berjualan secara offline. Jumlahnya hampir seluruh pelaku usaha e-commerce yaitu 90,43 persen. Sementara, yang murni hanya melakukan perdagangan digital hanya mencapai 9,57 persen.

Karena pertumbuhannya itu, perdagangan digital harus terus berkembang sesuai dengan perkembangan model bisnisnya. Meski, kendali tetap harus ada dari pemerintah dengan menyediakan regulasi yang jelas.

Pengamat ekonomi, Acuviarta Kartabi, bahkan tidak mempermasalahkan persinggungan antara media sosial dan e-commerce. Asalkan, keduanya terkoneksi dengan pengawasan dan regulasi.

Baca Juga: E-commerce Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Belanja Makanan dan Minuman Jadi yang Terbanyak

"Prinsipnya persaingan yang sehat dan hal tersebut terukur dan didukung regulasi yang jelas. Katakanlah media sosial pengawasannya ada di Kemenkominfo, perdagangan online ada di Kementerian Perdagangan dan juga Kemenkominfo. Saya kira tidak jadi masalah, sekali lagi asal ada pengawasan dan regulasi serta perizinan sebagai kontrol," ucap staf pengajar di Universitas Pasundan itu, Rabu, 20 September 2023.

Beberapa waktu lalu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyoroti platform media sosial TikTok yang menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Dia menolak tegas perusahaan asal China itu menjalankan dua bidang bisnis dalam satu platform sekaligus karena dinilai sebagai bentuk monopoli dan menciptakan iklim usaha yang tidak sehat untuk UMKM Indonesia.

Survei BPS pun menunjukkan bahwa perdagangan digital dilakukan dalam banyak bentuk. Ada marketplace atau lokapasar yang merupakan sebuah lokasi jual beli produk di mana pedagang dan konsumen bertemu di sebuah platform. Media penjualan pun dapat berupa website yang dimiliki oleh usaha itu sendiri dan digunakan sebagai wadah jual beli. Selain itu, media sosial dan pesan instan juga dimanfaatkan sebagai media penjualan online oleh banyak usaha.

Akan tetapi, media sosial bukanlah tempat yang paling banyak untuk transaksi perdagangan digital. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa penjualan melalui aplikasi pesan instan adalah yang terbanyak, yaitu 95,17 persen usaha. Pesan instan itu dapat berupa aplikasi WhatsApp, Line, Telegram, dan sebagainya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat