kievskiy.org

Mantan Direktur WHO: Bukti Ilmiah Belum Jadi Pertimbangan Regulasi Kesehatan

ILUSTRASI karya tulis, penelitian ilmiah.*
ILUSTRASI karya tulis, penelitian ilmiah.* /DOK. PR

PIKIRAN RAKYAT - Penggunaan bukti ilmiah, dalam penyusunan kebijakan kesehatan, belum menjadi pertimbangan utama di sebagian besar negara berpendapatan menengah ke bawah (low to middle income).

Kajian ilmiah seringkali dikalahkan oleh opini dan nilai-nilai subjektif lainnya.

“Bahkan ideologi mengalahkan fakta, kebenaran, dan bukti ilmiah,” kata Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekaligus akademisi dari National University of Singapore, Tikki Pangestu.

 Baca Juga: PLN Pastikan Kompensasi WFH Saat Listrik Padam Hoaks

Tikki menjelaskan kondisi tersebut terjadi karena tiga alasan. Pertama, kurangnya bukti ilmiah yang mendalam dan relevan.

Jika pun ada, jumlahnya terbatas, kurang komprehensif, dan tidak sesuai dengan kebutuhan pembuat kebijakan. “Kerap kali bukti ilmiah tidak tersedia di waktu yang tepat,” ujarnya.

Alasan selanjutnya adalah keterbatasan literasi ilmiah di kalangan para pembuat kebijakan. Menurut Tikki, hal tersebut dikarenakan mereka tidak memiliki latar belakang sains.

Baca Juga: Mantan Pasangan Sama-sama Tak Hadir di Pernikahan, Kalina Ocktaranny dan Insank Nasruddin Buka Suara

Akibatnya, ada kemungkinan, para pemangku kebijakan meremehkan hasil kajian ilmiah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.

“Benar kata John Maynard Keynes bahwa hal yang paling tidak disukai politisi ialah terlalu banyak informasi, sehingga pembuatan kebijakan menjadi rumit dan kompleks,” kata Tikki.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat