kievskiy.org

Isdal, 'Mukena' Wanita Palestina yang Jadi Pakaian Perang Hadapi Genosida Gaza

Potret wanita Palestina dalam pakaian sholatnya bernama 'isdal'. Isdal jadi pakaian sehari-hari dalam genosida Israel Penjajah.
Potret wanita Palestina dalam pakaian sholatnya bernama 'isdal'. Isdal jadi pakaian sehari-hari dalam genosida Israel Penjajah. /REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa

PIKIRAN RAKYAT - Isdal, jenis pakaian yang normalnya hanya digunakan para perempuan Palestina ketika sedang melakukan sholat.

Ironisnya, saat ini, masyarakat dunia sudah sangat familiar dengan isdal, lantaran di tiap video viral Palestina, perempuan Gaza mengenakannya saat mereka berlarian menghindari bom, memeluk anak-anak mereka yang syahid, atau menelusuri koridor rumah sakit berharap orang yang mereka cintai tak ada di barisan mayat maupun korban luka-luka.

Perempuan Muslim paham betul isdal adalah pakaian doa, baju kurung yang hampir menutupi sekujur tubuh wanita Palestina. Selain “isdal” pakaian ini dikenal juga dengan istilah “toub salah”.

Bukan lagi tanda ritual beribadah, kini isdal menjadi pakaian harian mereka, menghadapi serangan penjajah dan sejatinya menanti giliran kapan maut datang menjemput.

Isdal bisa berupa satu potong pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah, atau dua potong pakaian dengan rok dan kerudung yang menutupi pemakainya melewati pinggul. Rumah setiap wanita Muslim yang taat memiliki setidaknya satu isdal.

Baca Juga: Israel Digugat Afrika Selatan atas Kasus Genosida, ICJ: Kami Akan Gelar Dengar Pendapat

Isdal Kawan di Masa Perang

Isdal adalah pakaian nyaman untuk menutupi aurat, yang dikenakan wanita Palestina jika mereka harus meninggalkan rumah buru-buru namun tetap ingin terlihat sopan.

Namun selama perang, perempuan Palestina memakainya sepanjang waktu, di rumah atau di luar, tidur atau terjaga, sebab mereka tidak tahu kapan bom dari Israel Penjajah akan menyerang rumah mereka, atau kapan mereka harus lari menghadapi situasi paling buruk sewaktu-waktu.

“Jika kami meninggal saat rumah kami dibom, kami ingin tetap bermartabat dan rendah diri (menghadap Tuhan). Jika kami dibom dan harus diselamatkan dari reruntuhan, kami tidak ingin diselamatkan tanpa mengenakan apa-apa,” kata Sarah Assaad (44).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat