kievskiy.org

Kisah Relawan Indonesia di Gaza: Merasa Tenang Ketika Iran Menyerang Israel, 'Ini adalah Perang Terberat'

Warga Palestina yang mengungsi menunggu untuk menerima makanan gratis di sebuah kamp tenda di Gaza selatan.
Warga Palestina yang mengungsi menunggu untuk menerima makanan gratis di sebuah kamp tenda di Gaza selatan. /Reuters/Ibraheem Abu Mustafa

PIKIRAN RAKYAT - Tujuh bulan terjebak dalam konflik di Gaza, ribuan jiwa telah tiada, dengan separuh di antaranya adalah anak-anak. Di tengah ketegangan itu, pada pertengahan Maret lalu, para relawan medis dari MER-C Indonesia akhirnya berhasil memasuki wilayah Gaza.

Ita Muswita, seorang relawan medis MER-C, menceritakan pengalamannya di sebuah rumah sakit bersalin, di mana para ibu harus segera pulang beberapa jam setelah melahirkan.

"Keterbatasan jumlah tempat tidur, mengharuskan mereka untuk kembali ke pengungsian," jelas Ita.

Selama sebulan di Rafah, Ita baru merasakan ketenangan di langit Rafah pada 13 April lalu, ketika Iran menyerang Israel. Namun, itu hanya berlangsung beberapa jam saja sebelum kebisingan pesawat nirawak Israel kembali terdengar.

"Hanya beberapa jam saja, setelah itu berisik kembali, suaranya mirip mesin pemotong rumput," ungkapnya kepada BBC News Indonesia.

Di Khan Younis, seorang relawan MER-C yang sudah lama menyaksikan konflik di Gaza membagikan pengalamannya.

Menurut Fikri Roiful Haq, ini adalah perang paling berat yang pernah ia alami. Meski begitu, dia merasa dikuatkan oleh keteguhan warga Gaza yang terus bertahan meski harus mengungsi.

Apakah Serangan Iran ke Israel adalah Respons Melawan Perang di Gaza?

Konflik antara Iran dan Israel semakin memanas, memicu eskalasi di Timur Tengah. Pada Jumat, 19 April 2024, dugaan serangan oleh Israel dekat markas nuklir Iran telah terjadi, menyebabkan Iran memberikan peringatan keras.

Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amirabdollahian, mengatakan bahwa Iran akan merespons dengan tindakan maksimal jika serangan semacam itu terjadi lagi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat