kievskiy.org

Antara Flexing dan Kepedulian Sosial di Bulan Ramadhan

Ilustrasi. Antara flexing dan kepedulian sosial di bulan Ramadhan.
Ilustrasi. Antara flexing dan kepedulian sosial di bulan Ramadhan. /Pixabay/Erik Lucatero Pixabay/Erik Lucatero

PIKIRAN RAKYAT - Bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang mulia. Setiap manusia pasti berlomba-lomba berbuat kebaikan, dan kembali menguatkan niat untuk selalu ada di jalan yang lurus dengan beribadah semata-mata mengharapkan ridho Allah.

Penggunaan media internet juga banyak melahirkan banyak aktivitas positif selama bulan Ramadhan, misalkan adanya grup-grup di media sosial yang khusus mengoordinasi tilawah Al-Qur’an bersama-sama, kajian-kajian keislaman melalui media sosial juga kian banyak.

Akan tetapi, terkadang ada beberapa hal yang dapat mengurangi bahkan menghanguskan pahala puasa Ramadhan yang bersumber dengan fasilitas media internet, di antaranya adalah flexing. Pelakunya bisa siapa saja, ada keluarga pejabat melakukan flexing malah terjerumus ke masalah yang cukup serius berujung penonaktifan dari jabatannya, kalangan selebritas, dan influencer memamerkan barang dalam bentuk mobil atau barang-barang berharga lainnya untuk tujuan meninggikan citra diri, hingga diikuti lapisan masyarakat biasa.

Kata flexing dalam bahasa gaul ini memiliki arti yang sama seperti show off. Arti flexing dalam bahasa gaul itulah yang kerap dipakai di medsos. Jika merujuk pada kebiasaan penggunaan kata ini di medsos, arti flexing cenderung dipakai untuk menyebut tindakan memamerkan sesuatu, terutama kekayaan atau harta.

Baca Juga: Bulan Penuh Keberkahan, Puasa sebagai Latihan Menjadi Pribadi Ikhlas

Tak bisa dipungkiri jika sangat sulit bagi kita untuk tidak melakukan flexing ketika memiliki sesuatu untuk dipamerkan. Meski dilakukan secara online, tetapi kebiasaan flexing membuat manusia ingin terlihat memiliki kekayaan, menarik secara fisik, dan juga populer.

Contoh paling mudah dari tindakan flexing adalah seorang influencer yang memamerkan tas buatan desainer ternama atau kemewahan lainnya lewat media sosial. Tak bisa dipungkiri jika saat ini kita akan lebih mudah menemukan seseorang melakukan flexing dengan barang-barang mewah seperti yang disebutkan pada contoh tersebut.

Beberapa dari mereka mungkin saja tak benar-benar menyukainya. Namun, di sisi lainnya mereka hanya ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain saja. Meski begitu, untuk saat ini fenomena flexing juga kerap digunakan sebagai alat marketing suatu perusahaan. Proses tersebut adalah sebagai bentuk aktivitas mengirimkan sinyal pasar atau market signaling.

Dampak dari itu adalah para pengikut influencer dan para konsumen perusahaan tersebut menjadi terbawa kepada budaya flexing. Dalam konteks Ramadhan, bisa saja objek flexing tidak hanya berupa harta kekayaan, tetapi juga amal-amalan yang sebenarnya untuk ibadah namun dijadikan sebagai bahan pamer. Dalam konteks tersebut amal-amalan yang dikerjakan tersebut tidak membuahkan pahala kebaikan bagi pelakunya, karena dengan niatan yang berubah, bukan untuk Allah, melainkan untuk dipandang oleh manusia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat