kievskiy.org

Semua Ruang Privat dan Publik Menjadi Arena Kejahatan Seksual

Soal RUU TPKS tentang kekerasan sekual akhirnya diminta Jokowi untuk segera disahkan, agar pelaku dapat hukuman lebih berat./pixabay/Anemone123
Soal RUU TPKS tentang kekerasan sekual akhirnya diminta Jokowi untuk segera disahkan, agar pelaku dapat hukuman lebih berat./pixabay/Anemone123

PIKIRAN RAKYAT - Akhirnya Presiden Jokowi memberikan kejutan awal tahun. Jokowi menghimbau agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera disahkan. Kejutan ini memberikan harapan besar kepada masyarakat terutama kaum perempuan dan anak. Harapannya tindak kekerasan seksual akan berkurang. Korban mendapat perlindungan yang adil. Pelakunya mendapat hukuman yang lebih berat.

Istilah kekerasan seharusnya tidak digunakan lagi. Makna “kekerasan” mengacu kepada tindakan yang membuat orang lain menderita atau menyakiti orang lain. Kekerasan merujuk kepada sifat keras dan merusak tetapi tidak menggambarkan aspek moral bejat dan kebiadaban si pelaku.

Menurut R. Soesilo pakar hukum pidana istilah kejahatan merujuk kepada makna yuridis dan makna sosiologis. Kejahatan dalam makna yuridis adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Sedangkan menurut makna sosiologis, kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. Oleh sebab itu istilah kejahatan lebih tepat untuk menjerat pelaku tindak pidana yang dilatarbelakangi oleh motif birahi seksual yang merusak semua tatanan sosial.

Proses usulan RUU TPKS yang awalnya disebut dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dimulai sejak September 2015. Saat itu Komnas Perempuan mengajukan gagasan tentang RUU TPKS dalam rapat dengar pendapat bersama DPR RI.

Baca Juga: Takut Disangka Rendahkan Dorce Gamalama, Sule Rela Sungkem: Maksudnya Bukan Apa-apa

Tujuan diajukannya RUU TPKS adalah untuk mencegah kasus kekerasan seksual. Memenuhi hak perlindungan dan memulihkan kondisi korban agar dapat melupakan trauma akibat tindakan kekerasan seksual yang dialaminya. RUU TPKS juga mengatur penanganan korban selama proses hukum. Sekaligus memberikan sanksi hukuman yang berat bagi pelaku.

RUU TPKS dikategorikan sebagai RUU inisiatif DPR. Karena setelah DPR RI menerima naskah akademik RUU TPKS dari Komnas Perempuan, kemudian RUU tersebut masuk ke dalam agenda prolegnas prioritas tahun 2016. Karena RUU TPKS ini bukan inisiatif pemerintah, maka tidak ada protes yang berarti dari pihak pemerintah ketika pada tahun 2020 tiba-tiba RUU TPKS ditarik dari prolegnas prioritas. Disamping itu di ruang publik masih banyak perdebatan sengit soal perlu tidaknya RUU TPKS disahkan.

Paling tidak ada dua kubu yang berhadapan. Kubu pertama beranggapan RUU TPKS memberikan ruang kebebasan bagi orang yang memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan kaum heteroseksual. Sehingga dikhawatirkan jika RUU ini disahkan, maka akan melegitimasi perilaku seksual yang dianggap menyimpang tersebut.

Baca Juga: Pengacara Kim Hawt Beri Uang Rp100 Juta pada Doddy Sudrajat Agar Hentikan Sandiwara: Saya Kasih Waktu 3x24 Jam

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat