kievskiy.org

Unsafe Action vs Unsafe Condition dalam Tragedi Sepakbola di Kanjuruhan

Insiden Kanjuruhan
Insiden Kanjuruhan /ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto.

PIKIRAN RAKYAT - Pasca insiden berdarah di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022 lalu, yang menewaskan setidaknya 131 orang, Kapolri akhirnya menetapkan enam orang tersangka terdiri dari pimpinan PT Liga Indonesia Baru (LIB), Panitia Pelaksana Pertandingan (Panpel), dan aparatur keamanan setempat.

“Penambahan jumlah pelaku, pelanggaran etik maupun pidana, kemungkinan masih bisa bertambah,” tegas jenderal bintang empat tersebut.

Akumulasi jumlah korban pada petaka extra ordinary dimaksud menjadi rekor kedua terbesar di dunia, menyusul perisitwa memilukan di Estadio Nacional, Peru, 24 Mei 1964, yang menelan 328 nyawa dan selanjutnya diikuti oleh 126 penonton yang mangkat di Ghana Stadium, 9 Mei 2021.

Mengikuti penuturan Kapolri saat pengumuman keenam orang tersangka di Malang, 6 Oktober lalu, secara teori keselamatan dan kesehatan kerja, patut diduga telah timbul situasi berupa unsafe condition yang selanjutnya diikuti oleh unsafe action.

Baca Juga: Tim Pencari Fakta Tragedi Kanjuruhan, Sebulan Kemudian

Hal ini merupakan rangkaian kejadian kausalitas atas timbulnya aksi sehingga menimbulkan reaksi untuk menyikapi kejadian yang terjadi.

Kondisi yang tidak laik (aman) antara lain terkait jumlah penonton yang sangat melebihi daya tampung Stadion Kanjuruhan Malang, yang berkapasitas 38.000 penonton namun dijejali dengan 42.000 orang. Belum lagi layak fungsi dari stadion yang dipergunakan adalah hasil verifikasi tahun 2020 yang menyisakan beberapa pekerjaan rumah yang seharusnya telah diselesaikan.

Panpel pun tidak membuat panduan dokumen keselamatan dan keamanan bagi penonton selain mengabaikan rekomendasi permintaan dari pihak keamanan terhadap waktu penyelenggaraan pertandingan dan pengaturan stewards yang seharusnya berjaga di pintu-pintu keluar antara 5-10 menit sebelum pertandingan usai.  

Akibat timbulnya situasi yang chaos, maka aparat keamanan melakukan tindakan yang tidak aman guna mengurai massa (crowd) yakni penggunaan gas air mata, sehingga menyebabkan kepanikan dari penonton yang akhirnya membubarkan diri dengan berlarian ke pintu-pintu keluar namun menemui hambatan, sehingga terjadi kejadian berdesak-desakan yang berujung kepada kematian.  

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat