kievskiy.org

Tantangan Berat Caketum PSSI: Keamanan, Sistem, Kualitas Wasit, Suporter, hingga Konflik Kepentingan

Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu, 1 Oktober 2022.
Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu, 1 Oktober 2022. /ANTARA/Ari Bowo Sucipto

PIKIRAN RAKYAT – Mulai dari kompetisi, hingga masalah suporter. Dari kompetisi, keamanan masih isu utama selain sistem pertandingan dan wasit. Bagaimana menerapkan SOP terbaru sesuai dengan Perpol Nomor. 10 Tahun 2022. Karena, selama ini aturan yang ada masih dipandang sebagai formalitas semata.

Kalau saja SOP tentang safety & security rules yang katanya sesuai statuta FIFA diikuti benar-benar, maka tidak ada kejadian tragedi Kanjuruhan. Sebagai contoh, seorang security official yang ditunjuk seharusnya sudah mengetahui kondisi stadion saat akan dipergunakan sebagai tempat pertandingan. Berapa kapasitas stadion, berapa jumlah pintu yang rusak, berapa pintu yang benar. Ke mana arah pintu keluar darurat jika ada bencana atau error di lapangan dan sebagainya.

Lalu sistem pertandingan. Ini tentu tidak terlepas bagaimana kepengurusan baru PSSI mencari operator kompetisi yang mumpuni. Baik untuk Liga 1 maupun Liga 2 sebagai liga profesional. Dan. bagaimana struktur yang jelas untuk liga amatir. Termasuk, untuk kompetisi sepak bola wanita, sudah saatnya dikelola secara profesional dan bukan "katanya" profesional.

Bagaimana pula jenjang pembinaan yang jelas, mulai dari sepak bola usia dini, remaja, junior, hingga dewasa. Juga bagaimana filenesia sebagai filosofi sepak bola Indonesia bisa dijalankan dengan benar. Karena, saat ini yang terjadi, kompetisi usia muda justru menjadi ladang bisnis. Padahal seharusnya, sebagai bagian dari pengenalan sepak bola, kini justru diajarkan kemenangan dalam kompetisi. Seharusnya pula, pembinaan usia muda menjadi bagian dari program kerja daerah (asosiasi provinsi). Bukan malah diambil swasta, seperti yang terjadi kebanyakan saat ini.

Baca Juga: Persita Hukum Suporter Pelempar Batu Bus Persis Solo, Ditahan Polisi dan Dilarang ke Stadion Seumur Hidup

Jenjang kompetisi untuk pembinaan juga, harus ada di setiap kelompok usia. Jangan sampai sudah mencapai usia remaja yaitu 15-17 tahun, malah tidak ada kompetisinya. Sehingga ada gap menuju usia junior U19/U-20. Mengingat pembinaan usia muda hanya mencapai usia 13 tahun.

Permasalahan wasit pun tidak kalah penting. Kualitas wasit Indonesia masih dipertanyakan. Sebab, tidak ada data pasti jumlah wasit yang berlisensi. Di level tinggi saja, dengan jumlah penduduk yang besar dan jumlah tim sepak bola yang banyak, Indonesia hanya memiliki dua wasit berlisensi FIFA.

Wasit ini juga memiliki peran penting untuk menjaga kualitas pertandingan dan kompetisi. Jika wasit bagus dan bersih, maka kompetisinya pun bisa menghasilkan pemain-pemain yang mumpuni.

Belum lagi soal suporter. Sudah saatnya ada pemahaman tentang kewajiban dan hak suporter. Itu harus jadi satu kesatuan dari hak dan kewajiban klub. Rasa memiliki harus membuat suporter menjaga timnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat