kievskiy.org

Jawa Barat Si Lumbung Padi Nasional, Kini Defisit Beras

Ilustrasi beras.
Ilustrasi beras. /Freepik/jcomp

PIKIRAN RAKYAT - Apa kabar Jawa Barat Juara? Pertanyaan ini layak disampaikan menjelang Gubernur Ridwan Kamil lengser dari jabatannya. Sesuai dengan aturan yang ada, pada September 2023, Kang Emil dan Kang Uu bakal menyelesaikan kontrak politiknya dengan rakyat Jawa Barat. Selama 5 tahun, masyarakat Jawa Barat dibawa lewat visi terwujudnya Jawa Barat juara lahir batin dengan inovasi dan kolaborasi.

Pertanyaannya adalah, apakah visi itu dapat terwujud dan bisa dibuktikan dalam kehidupan nyata di lapangan? Jawabannya, tentu saja menarik untuk disampaikan. Bukan saja selama hampir 5 tahun, kita mendengar betapa banyaknya piagam penghargaan yang diraih oleh Kang Emil dan Kang Uu dalam memimpin Jawa Barat, tetapi di sisi lain muncul pula kasus-kasus yang memalukan sekaligus memilukan bagi perjalanan pembangunan di Jawa Barat ini.

Salah satunya, berdasarkan Neraca Beras 2022, Jawa Barat menduduki posisi dua besar di antara provinsi yang defisit beras, di bawah DKI Jakarta. Soal DKI Jakarta pasti sangat dimengerti. Secara akal sehat dapat dijelaskan, karena DKI Jakarta memang tidak memiliki lahan pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. DKI Jakarta juga bukan sentra produksi pertanian.

Baca Juga: Dibukanya Kembali Keran Impor Beras Jadi Kegagalan Bulog, Butuh Revitalisasi Segera

Yang tak habis pikir, mengapa Jawa Barat tergolong provinsi yang cukup besar pula defisitnya? Ada apa sebetulnya dengan Jawa Barat? Kok bisa-bisanya, daerah yang selama ini dikenali sebagai salah satu lumbung padi nasional, kini harus rela dinilai defisit beras. Bukankah akan terkesan lebih keren jika Jawa Barat dapat tercatat sebagai provinsi yang surplus beras?

Yang membuat kita bertanya-tanya, mengapa provinsi yang selama ini dikenal mampu memberi kontribusi sekitar 17 persen terhadap produksi padi nasional, sekarang harus defisit? Angka defisitnya pun cukup besar, yakni sebesar 873 ribu ton. Kok, bisa terjadi ya? Banyak analisis untuk menjawab persoalan ini. Apakah dikarenakan produksinya menurun dan konsumsi masyarakatnya meningkat?

Apakah karena terjadinya alih fungsi lahan yang semakin membabi-buta untuk kepentingan nonpertanian, mengingat lemahnya pengendalian terhadap ruang pertanian? Atau, memang kepemimpinan Gubernur Jawa Barat selama hampir 5 tahun ini tidak memperlihatkan keberpihakan terhadap sektor pertanian? Bisa saja, gubernur dan wakilnya lebih memikirkan soal lain.

Baca Juga: Harga Beras Mahal di Tengah Guyuran Beras ImporBaca Juga: Harga Beras Mahal di Tengah Guyuran Beras Impor

Munculnya data Neraca Beras 2022 pada bulan-bulan terakhir kepemimpinan Kang Emil, tentu saja semakin meragukan tercapainya visi Jawa Barat Juara. Warga Jawa Barat sendiri, pasti akan bangga jika Neraca Beras 2022 mengumumkan Jawa Barat merupakan provinsi yang surplus beras. Sayang yang muncul dalam Neraca Beras tersebut malah data yang memalukan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat