kievskiy.org

Hilirisasi Komoditas Pertanian

Ilustrasi pertanian.
Ilustrasi pertanian. /Pexels/Akil Mazumder

PIKIRAN RAKYAT - Hilirisasi komoditas pertanian sudah ada, namun belum mampu memanfaatkan peluang ekspor, menjemput jutaan tenaga kerja produktif serta meningkatkan pendapatan petani. Tidak ada cara lain selain merevitalisasi hilirisasi sistem komoditas pertanian untuk menumbuhkan industri pertanian.

Persoalan klasik yang dihadapi dalam kegiatan hilirisasi komoditas di Indonesia adalah keterbatasan modal dan keterbatasan kemampuan tata kelola, dan dalam beberapa hal menyangkut keberpihakan pemerintah sehingga kegiatan hilirisasi komoditas pertanian strategis terutama di sektor pangan, hortikultura, dan perkebunan belum dilakukan secara efisien dan berskala besar.

Strategis yang dimaksud adalah jumlah produksi komoditas yang dihasilkan dalam jumlah besar namun masih di ekspor dalam bahan mentah dan setengah jadi. Akibatnya nilai tambah tidak terjadi dan yang dirugikan bangsa Indonesia, terutama petani dan pemasukan bagi negara.

Pengembangan hilirisasi beras ditingkat petani kecil masih dihadapkan dengan terbatasnya akses modal dan teknologi hilirisasi, serta regulasi yang belum sepenuhnya mendukung. Jagung juga demikian. Produk industri berbahan jagung relatif masih terbatas.

Baca Juga: Toponimi Bandung: Sebuah Tinjauan Historis

Hal ini karena produk-produk industri dari bahan jagung umumnya menggunakan teknologi tinggi, sementara kemampuan untuk mengembangkan teknologi tersebut belum sepenuhnya bisa terjangkau oleh petani kecil. Di sisi lain, dengan berkembang industri peternakan menjadikan peran jagung berubah lebih sebagai bahan baku industri dibanding sebagai bahan pangan.

Untuk pengolahan cabai merah, misalnya kemampuan teknologi industri hilirisasinya masih terbatas, mengingat berskala rumah tangga kelemahan seperti rendahnya pengetahuan dan keterampilan SDM dalam pengolahan produk turunan, terbatasnya modal usaha, belum menerapkan standar produk, dan pemanfaatan pasar ekspor masih sangat terbatas karena produk yang dihasilkan kurang kompetitif dibandingkan produk yang sama dari negara lain. Belum lagi tingginya fluktuasi harga bahan baku cabai. Hasil perkebunan rakyat juga demikian.

Parahnya hilirisasi komoditas perkebunan milik BUMN juga sangat rendah. Untuk Sawit, kontribusinya mencapai 27 persen dari total kontribusi pertanian pada PDB yang besarnya 12,98 persen (tahun 2021) jumlahnya masih kecil, harusnya bisa lebih besar jika disebarluaskan. Belum lagi komoditas kakao, karet, kelapa, kopi, dan rempah-rempah.

Hilirisasi memiliki kontribusi penting dalam proses industrialisasi dan peningkatan kesejahteraan petani. Apalagi permintaan terhadap produk-produk hilirisasi pertanian cenderung meningkat. Contoh, industri pengolahan tepung beras menjadi bihun yang dilakukan di Sidoarjo relatif menguntungkan dengan nilai tambah sekira Rp2,617 per kilogram.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat