kievskiy.org

MK Bolehkan Kampanye di Sekolah dan Kampus, Akademisi Jangan Takut Kritik Pemerintah

Ilustrasi kampanye politikus di kampus.
Ilustrasi kampanye politikus di kampus. /Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan No 65/PUU-XXI/2023. Pada pasal 280 ayat 1 huruf h UU No 7/2017, diatur bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali mendapat izin dari penanggung jawab tempat tersebut dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.

Tentu saja putusan tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Hal ini karena sebelumnya kampanye di fasilitas pemerintah, lembaga pendidikan, dan tempat ibadah sepenuhnya dilarang tanpa terkecuali.

Meski begitu, penulis melihat putusan tersebut cukup menarik untuk diimplementasikan, terutama bila kampanye dilakukan di perguruan tinggi. Kampus, seperti diketahui, memang gudangnya para intelektual dan kaum intelektual merupakan kelas sosial baru lantaran dianggap memiliki pengetahuan.

Pengetahuannya itu menjadi kapital budaya (cultural capital) yang dengan keahliannya bisa dikembangkan menjadi kapital politik (Gouldner,1979). Munculnya orientasi subaltern intellectuals sebagai gerakan sosial baru ialah mereka yang memerankan diri sebagai artikulator, menjalankan critical-oppositional intellectuals terhadap keadaan yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai.

Baca Juga: MK Bolehkan Kampanye di Sekolah dan Kampus, Legislator: Aturan Mekanisme Harus Jelas dan Tegas

Masalahnya, kelompok orang pintar yang ada di kampus-kampus itu banyak yang mengidap gejala yang disebut Loekman Soetrisno sebagai self imposed censorship  atau sikap enggan menyampaikan kritik yang dianggap melawan arus dominan. Mereka takut disanksi apabila mengkritik kebijakan pemerintah.

Dampaknya, pemerintah menjadi kekurangan masukan yang objektif dari para ahli untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah pembangunan di republik ini. Kondisi tersebut tentu saja membahayakan terhadap tumbuh kembang para pemikir kita. Akhirnya, sang pemimpin kehilangan sentuhan fakta objektif dan komitmennya pada moral dasar demi survival kekuasaan.

Demokrasi akan sulit terkonsolidasi tanpa menguatnya kultur demokrasi. Sementara itu, kultur demokrasi sulit menguat jika elite yang berpengaruh tidak menghormati keragaman pandangan.

Singkatnya, demokrasi senantiasa mengizinkan setiap individu untuk memengaruhi pihak lain melalui berbagai macam cara yang diakui oleh sistem demokrasi, seperti debat publik, media massa, dan diskusi. Karena politik pada dasarnya adalah seni memengaruhi publik.

Keputusan MK membuat tidak semua metode kampanye bisa dilakukan di fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan. Aktivitas yang bisa dilakukan pelaksana, peserta, dan tim kampanye terbatas dan tidak boleh ada penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga atau iklan kampanye dalam bentuk apa pun kecuali debat publik dan pertemuan terbatas atau tatap muka.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat