kievskiy.org

Dilema Jokowi: Isu Dinasti, Projo Dukung Prabowo, Megawati Marah?

Ilustrasi Jokowi.
Ilustrasi Jokowi. /Pikiran Rakyat/Fian Afandi

PIKIRAN RAKYAT - Hiruk-pikuk politik berkaitan dengan Capres/Cawapres makin mengerucut setelah Megawati Soekarnoputri mengambil langkah cepat. Ketua Umum PDIP tersebut mengumumkan nama Mahfud MD sebagai Cawapres yang akan berpasangan dengan Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. Beberapa pihak menilai keputusan tersebut sebagai langkah cerdas dan antisipasi terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan Senin 16 Oktober 2023.

Keputusan MK tersebut menimbulkan polemik yang cukup panas. Pendapat Saldi Isra sebagai salah seorang hakim MK serta pendapat Yusril Ihza Mahendra sebagai pakar hukum tata negara ikut memperkaya pendapat publik. Yang menjadi topik utamanya adalah kecenderungan terbentuknya dinasti politik keluarga Presiden Joko Widodo. Salah satu tafsir kontroversi terhadap keputusan MK itu adalah terbukanya peluang Gibran Rakabuming Raka mengikuti proses pencalonannya sebagai Cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Boleh saja kontroversi tersebut dipandang kepagian. Tapi, masyarakat justru menyampaikan antisipasi agar kemungkinan seperti itu tidak sampai terjadi. Masalahnya memang agak rumit. Dari sisi usia, Gibran belum memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai Cawapres. Namun, karena sekarang sedang menjabat sebagai Wali Kota Solo, kemungkinan tersebut memiliki peluang. Dan, peluang seperti itulah yang hendak dicegah. Intinya, jangan sampai Jokowi membangun dinasti politik, apa pun pertimbangannya.

Masalah lain juga menambah rumit persoalan. Jokowi dan Gibran merupakan kader PDIP, sementara parpol kepala banteng bermoncong putih tersebut telah menetapkan Ganjar Pranowo sebagai Capres. Sangat tidak mungkin jika cawapresnya pun merupakan kader parpol yang sama. Ada pun jika dipasangkan dengan Prabowo, Gibran harus keluar dari PDIP.

Baca Juga: Manuver Politik Gibran-Kaesang sebagai Penentu Masa Depan Politik Jokowi

Berdasarkan fakta-fakta seperti itu, publik menduga ada keretakan hubungan antara Jokowi dengan Megawati. Logikanya cukup sederhana. Bersama Megawati, Jokowi ikut mendeklarasikan Ganjar sebagai Capres. Selayaknyalah bahwa Jokowi tidak berpaling ke mana-mana.

Yang terbaca oleh publik justru tidak seperti itu. Jokowi terkesan ikut merestui Projo (relawan pendukung Jokowi dalam dua kali pilpres) untuk mendukung Prabowo. Timbul dilema, sebagai sesama kader PDIP, Jokowi seolah tidak berada di barisan Ganjar. Sebatas itu saja wajar kalau Megawati marah.

Menghadapi suasana politik yang memanas tersebut, Megawati mengambil langkah cepat dengan menunjuk Mahfud MD sebagai pasangan Ganjar. Mahfud bukan sebatas memenuhi kualifikasi untuk jabatan tersebut, melainkan memiliki efek samping terhadap kemungkinan persaingan dalam pilpres mendatang. Mahfud dan Muhaimin Iskandar berasal dari organisasi yang sama yakni NU. Bahkan, Mahfud memiliki nilai lebih karena tetap setia kepada Gus Dur. Berbeda dengan Muhaimin yang dinilai berkhianat terhadap Sang Guru.

Hiruk pikuk politik yang langsung meninggi dalam rentang waktu serentak itu terjadi saat Jokowi melakukan kunjungan ke beberapa negara. Bisa dipastikan keputusan Megawati memilih Mahfud akan menimbulkan persoalan baru. Tidak sedikit masyarakat yang menyayangkan mengapa dalam beberapa bulan terakhir Jokowi mengambil langkah-langkah seperti itu. Kepercayaan Megawati terhadapnya jelas meluntur, sementara simpati publik juga memudar. Bisa diduga jika hari-hari terakhir kekuasaannya akan dia selesaikan sebagai periode yang gundah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat