kievskiy.org

Kecurangan Pemilu Jangan Dianggap Dinamika Demokrasi, Perlu Ada Penegakan Aturan yang Adil

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) 18 di Dusun Citeureup, RW 10 Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sedang membantu Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) memberikan hak suaranya dalam Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024.
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) 18 di Dusun Citeureup, RW 10 Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sedang membantu Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) memberikan hak suaranya dalam Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024. /Pikiran Rakyat/Abdul Muhaemin

PIKIRAN RAKYAT - Secara teoretis dan praksis terdapat korelasi antara ambisi petahana presiden dengan diskrupsi politik. Realitas, posibilitas, dan probabilitas politik, gaya kepemimpinan, dan orientasi politis petahana dapat melahirkan diskrupsi tersebut.

Manuver politik dalam rangka mengonsolidasikan instrumen kekuasaan pemerintahan sehingga otoritas dapat dipusatkan pada satu tangan, melemahkan proses checks and balances dalam pemerintahan dengan cara merangkul pihak oponen menjadi suburdinat penguasa, adalah bentuk diskrupsi.

Distribusi jabatan kepada kroni politik sebagai modus bagi-bagi kue kekuasaan dan kompensasi dukungan yang ujung-ujungnya memberikan akses terhadap aset negara dan proyek, adalah termasuk diskrupsi.

Implementasi demokrasi berpeluang terdiskrupsi, yaitu ketika struktur, proses, norma, fatsun/etika dan pakem pemerintahan demokratis diintervensi oleh penguasa.

Diskrupsi sejatinya dapat melahirkan hal positif, jika intervensi tersebut menjadikan mekanisme dan institusi pemerintahan menjadi lebih efektif, efisien, produktif, responsif, serta inklusif dalam mengelola hajat hidup rakyat; meningkatkan transparansi, akuntabilitas kinerja aparat birokrasi dan tanggungjawab para pejabat lembaga/instansi dalam melayani publik; penguatan supremasi hukum yang equality before the law, independensi lembaga peradilan/mahkamah dan giat anti korupsi semakin kuat, maka bandul diskrupsi mendorong ke arah konstruktif.

Akan tetapi, ketika intervensi dan manuver penguasa menyebabkan ketidakstabilan politik, polarisasi dan fragmentasi sosial; pemerkosaan proses, norma, fatsun dan pakem politik; termasuk malpraktik pemanfaatan kemajuan teknologi dan informasi, pengerahan berbagai sumber daya negara dan infrastruktur kekuasaan untuk menggiring dan memaksakan pilihan kandidat tertentu kepada publik, dan akhirnya merusak integritas pemilihan umum yang (seharusnya) menjadi proses demokratis yang bersih, jujur dan adil, maka demokrasi terdiskrupsi secara destruktif dan berakhir pada kepercayaan publik terhadap institusi dan proses demokrasi terkikis drastis baik demonstratif maupun laten.

Fraud Pemilu

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) 18 di Dusun Citeureup, RW 10 Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sedang memasukkan suarat suara Pemilu 2024 ke kotak suara pada hari pencoblosan 14 Februari 2024.
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) 18 di Dusun Citeureup, RW 10 Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sedang memasukkan suarat suara Pemilu 2024 ke kotak suara pada hari pencoblosan 14 Februari 2024.

Kecurangan (fraud) pemilu adalah sebuah diskrupsi demokrasi. Ketika ada pihak superior yang melakukan ancaman/paksaan terhadap struktur di bawahnya untuk menyukseskan kandidat tertentu, mengotak-atik celah peraturan untuk memuluskan pencalonan, menghalangi atau meloloskan pemilih tertentu untuk memberikan suara, menyuap pemilih untuk memberikan suara kepada kandidat yang diinginkan.

Kemudian mengatur penambahan data tetap dengan pemilih fiktif, pengerahan orang menjadi pemilih tambahan, pemalsuan atau penghilangan dokumen pemilu, penggelembungan jumlah suara kandidat tertentu, penyoblosan surat suara sebelum waktu pemilihan, merekayasa perangkat sistem pengolahan suara pemilih yang masuk, penyebaran misinformasi dan disinformasi tentang hasil perhitungan suara, membangun opini publik seolah hasil akhir pemilu ditentukan oleh perhitungan cepat dan mekanisme perhitungan manual oleh penyelenggara pemilu sebagai formalitas, adalah bentuk-bentuk kecurangan dan gangguan yang merusak integritas pemilu.

Jika keandalan perangkat pengolah data hasil pemilu adalah kebutuhan semua pihak, maka rakyat melalui DPR dan semua elemen masyarakat sipil perlu menyuarakan ‘audit’ atas keamanan siber sistem yang digunakan dalam pemilu yang bisa jadi rentan terhadap peretasan yang ingin mengacak-acak kehidupan demokrasi. Investigasi ketika muncul indikasi/dugaan fraud dalam pemilu mestinya bukan sekedar kepentingan pihak kandidat yang suaranya ‘kalah’.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat