kievskiy.org

Konflik di Timur Tengah Jadi Peringatan bagi Indonesia, Ancam Ekonomi yang Masih Rapuh

Warga Iran membakar bendera Israel selama rapat umum yang menandai Hari Quds dan pemakaman anggota Korps Pengawal Revolusi Islam yang tewas dalam serangan udara Israel yang dicurigai di kompleks kedutaan Iran di ibukota Suriah Damaskus, di Teheran, Iran, 5 April 2024.
Warga Iran membakar bendera Israel selama rapat umum yang menandai Hari Quds dan pemakaman anggota Korps Pengawal Revolusi Islam yang tewas dalam serangan udara Israel yang dicurigai di kompleks kedutaan Iran di ibukota Suriah Damaskus, di Teheran, Iran, 5 April 2024. /Reuters/Majid Asgaripour

PIKIRAN RAKYAT - Eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah telah memberikan tekanan terhadap ketidakpastian perekonomian global saat ini. Eskalasi konflik terjadi dimulai atas pengeboman yang dilakukan oleh Israel terhadap kompleks Kedutaan Besar Iran di Suriah pada 1 April 2024. Pengeboman ini dibalas Iran dengan serangan drone dan rudal ke wilayah Israel pada 14 April 2024 yang disebut dengan Operation True Promise. Operasi militer yang dilancarkan Iran kemudian dibalas dengan serangan drone dan rudal ke wilayah Iran pada 19 April 2024 sebagai bentuk retaliasi akan serangan militer Iran sebelumnya.

Seluruh dunia sedang memperhatikan sekaligus bersiap menghadapi situasi perekonomian yang buruk. Sejak 2020, perekonomian dunia masih belum pulih dari situasi pascapandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung. Eskalasi konflik di wilayah Timur Tengah tentu akan memberikan tekanan kembali terhadap situasi perekonomian global.

Tekanan

Eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah saat ini tentu harus disikapi dengan hati-hati. Negara-negara harus mempersiapkan strategi ekonomi sebagai dampak dari eskalasi konflik. Walaupun setelah serangan Israel ke Iran 19 April 2024 belum ada lagi serangan balasan Iran, akan tetapi situasi di kawasan Timur Tengah masih jauh dari situasi stabil dan damai. Ada dua isu besar yang harus diperhatikan akibat ketidakstabilan situasi di Timur Tengah.

Pertama, kenaikan harga minyak mentah dunia. Sebagai salah satu wilayah penghasil minyak terbesar, kawasan Timur Tengah tentu menjadi perhatian negara-negara tergantung akan impor minyak mentah dari kawasan ini. Data dari Statista 2024 menyebutkan bahwa sepertiga minyak dunia diproduksi di kawasan Timur Tengah. Arab Saudi, Iran, Irak, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar merupakan pemasok minyak mentah terbesar di dunia. Eskalasi yang terjadi akan memberikan tekanan terhadap harga minyak mentah dunia yang akan mengarah pada ancaman inflasi. Situasi ini diperparah dengan ketidakstabilan di Selat Hormuz yang merupakan jalur distribusi hampir 30 persen minyak dunia ke berbagai negara importir minyak. Gangguan distribusi minyak selain memicu kenaikan harga minyak global, juga akan memberikan tekanan inflasi dan tekanan pada sektor industri yang membutuhkan minyak sebagai sumber energi proses produksi. Melambatnya produksi pada sektor industri akan memberikan dampak berantai ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sekaligus meningkatkan anggaran negara terhadap subsidi sosial.

Kedua, kenaikan tingkat suku bunga global. Ancaman inflasi global akibat kenaikan harga minyak mentah dunia dan produk komoditas menuntut bank sentral bersiasat menahan agar inflasi tetap terkendali. Salah satu strategi adalah menaikkan tingkat suku bunga. Banyak negara yang merujuk pada besaran tingkat suku bunga yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed). Tingginya tingkat suku bunga dapat menjadi bumerang bagi pertumbuhan ekonomi. Dampak dari tingginya tingkat suku bunga adalah pelambatan pertumbuhan ekonomi akibat akses kredit atau pinjaman yang menurun yang jika tidak dicermati dengan baik akan mengarah pada kondisi resesi ekonomi global.

Dampak

Kondisi yang terjadi di kawasan Timur Tengah juga berdampak pada perekonomian Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu memperhatikan beberapa potensi ancaman yang muncul.

Pertama, naiknya anggaran subsidi energi karena potensi kenaikan harga minyak mentah dunia dan ancaman inflasi akibat naiknya harga komoditas sebagai dampak lanjutan kenaikan harga BBM. Kenaikan harga minyak mentah dunia akan memberikan tekanan kepada pemerintah dalam besaran subsidi energi untuk menjaga harga jual BBM dalam negeri. Selain itu, kenaikan harga minyak global akan berpengaruh kepada aktivitas produksi yang sangat mengandalkan minyak sebagai bahan baku produksi.

Kedua, pelambatan pertumbuhan ekonomi akibat kebijakan tingkat suku bunga tinggi. Tingginya tingkat suku bunga sebagai respons penetapan tingkat suku bunga The Fed akan menurunkan minat pelaku ekonomi untuk mengambil pinjaman dari bank yang berdampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Pelambatan ini tentu juga akan memunculkan ancaman PHK massal yang berpotensi memunculkan masalah sosial baru. Tidak hanya itu, besarnya tingkat suku bunga akan mengganggu aktivitas ekonomi terutama yang berkaitan dengan skema kredit seperti misalnya pembelian rumah, kendaraan bermotor, dan lainnya.

Ketiga, pelemahan nilai tukar rupiah sebagai dampak dari ketidakpastian global dan kebijakan suku bunga tinggi The Fed. Pelemahan nilai tukar rupiah memberikan dampak negatif dikarenakan masih besarnya ketergantungan bahan baku produksi impor oleh para pelaku ekonomi domestik. Hal ini tentu akan menyebabkan kenaikan harga barang produksi sekaligus turunnya daya beli masyarakat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat