PIKIRAN RAKYAT - Unpad (Universitas Padjadjaran), Senin 13 Desember 2021 memperingati hari bersejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tanggal tersebut mengingatkan kita semua akan peristiwa penting, yaitu Deklarasi Djoeanda (Djuanda atau Juanda) pada 13 Desember 1957.
Waktu itu, Ir. R Djoeanda Kartawidjaja merupakan Perdana Menteri ke-10 Indonesia sekaligus yang terakhir dengan masa jabatan 9 April 1957-9 Juli 1959.
Djuanda wafat di Jakarta 7 November 1963 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 244/1963, Ir. H Djuanda Kartawidjaja dikukuhkan sebagai tokoh nasional.
Djuanda mendapat gelar Pahlawan Nasional setelah melalui kajian proses/tahapan yang diatur peraturan perundang-undangan.
Jasa Djuanda yang luar biasa tersebut tidak akan terjadi tanpa ada orang hebat di balik deklarasi ini, yaitu Chairul Saleh dan Mochtar Kusumaatmadja.
Djuanda sebagai Pahlawan Nasional, diabadikan namanya di Bandar Udara Internasional Djuanda, Surabaya, nama jalan di kota/kabupaten termasuk Jalan Djuanda (Dago), THR Djuanda di Bandung, dan pecahan uang Rp50.000.
Hukum laut
Chairul Saleh menganggap, kapal asing Belanda yang keluar-masuk Laut Jawa dapat mengganggu dan merugikan kedaulatan Indonesia yang baru merdeka.
Chairul Saleh segera memanggil dan menugaskan Mochtar Kusumaatmadja yang baru lulus dari Yale Law School AS.
Mochtar Kusumaatmadja meminta izin pergi ke Bandung untuk membuat konsep yang sekiranya Laut Jawa tersebut menjadi bagian kedaulatan negara Indonesia, yang sekaligus juga mengubah aturan hukum Belanda TZMKO 1939, yang menetapkan 3 mil lebar laut teritorial.
Mochtar Kusumaatmadja berhasil membuat konsep negara kepulauan dan dibahas di Kabinet Perdana Menteri yang akhirnya diumumkan pada 13 Desember 1957. Isinya sebagai berikut.
”Bentuk geografi Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari (beribu-ribu) pulau mempunyai sifat corak tersendiri. Bagi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan negara Indonesia, semua kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai kesatuan yang bulat...
...bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang daratan negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada wilayah pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Indonesia."
Deklarasi Djuanda 1957 tersebut mengubah dunia dalam rezim hukum laut karena Indonesia berhasil menetapkan lebar laut teritorial di saat dunia/masyarakat internasional kebingungan.
Bagaimana hebatnya Deklarasi Djuanda 1957 yang diterima dunia melalui Konvensi Hukum Laut (UNCLOS-United Nationsl Convention on the Law of the Sea) 1982, yaitu antara lain diakui dalam Pasal 46: ”archipelagic State” means a state constituted wholly by one or more archipelagos and may include other islands; (b) ”archipelago” means a group of islands, including parts of islands, interconnecting waters and other natural features which are so closely interrelated that such islands, waters and other natural features form an intrinsic geographical, economic and political entity, or which historically have been regarded as such.
Pahlawan
Mochtar Kusumaatmadja adalah konseptor utama Deklarasi Djuanda 1957 dan berhasil membuat Undang-Undang Nomor 4/Prp/tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
Kehebatan akademik dan diplomasi Mochtar Kusumaatmadja tampaknya tak ada yang bisa menandingi setelah Proklamator Soekarno dan Hatta.
Karena berdasarkan Deklarasi Djuanda 1957 dan Undang-Undang Nomor 4/Prp/1960 tersebut, wilayah darat dan laut NKRI yang semula luasnya 2.027.087 km2, menjadi 5.193.250 km2.
Beberapa tokoh menegaskan bahwa bangsa dan negara Indonesia tidak akan mampu membayar jasa seorang Mochtar Kusumaatmadja, yang membuat konsep negara kepulauan diakui dunia melalui UNCLOS 1982.
Pahlawan Nasional diatur Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang menetapkan banyak syarat umum dan khusus dengan dokumen lengkap.
Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI, yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, serta Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012.
Dalam Permensos 15/2012 tersebut, dijelaskan berbagai syarat administrasi dan dokumen lengkap, mulai dari syarat daftar riwayat hidup atau biografi yang lengkap, kajian oleh Tim Peneliti Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) tingkat provinsi, serta seminar nasional.
Dalam seminar nasional tersebut wajib dengan komposisi narasumber dari perwakilan Kementerian Sosial dan sejarawan nasional/daerah, yang makalahnya dilampirkan dalam berkas dokumen yang wajib lengkap tersebut.
Oleh karena itu, Rektor Unpad telah mengeluarkan Surat Keputusan Universitas Padjadjaran Nomor 2079/UN6.RKT/Kep/HK/2021 tentang Tim Pengusul Gelar Pahlawan Nasional untuk Prof Dr Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM.
Salah satu tugasnya, menyelenggarakan seminar nasional yang dilaksanakan pada 13 Desember 2021 sekaligus memperingati Deklarasi Djuanda sebagai Hari Nusantara.
Kami juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Gubernur Jawa Barat dan semua pihak atas dukungannya kepada Mochtar Kusumaatmadja sebagai calon kuat Pahlawan Nasional 2022.***
Tulisan di atas dibuat Idris, Dosen/Dekan Fakultas Hukum Unpad dan dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat edisi 13 Desember 2021.