kievskiy.org

5 Persen Pelajar di Jakarta Berpikir Bunuh Diri, KPAI: Guru Harus Peka

ILUSTRASI bunuh diri.*
ILUSTRASI bunuh diri.* /PIXABAY

PIKIRAN RAKYAT - Komisi Perlindungan Anak Indonesia mendorong supaya guru memiliki kepekaan dan empati terhadap anak didiknya yang tengah dirundung masalah dan berpotensi bunuh diri. 

Kementerian Pendidikan dan Budaya hendaknya memperhatikan pelatihan terhadap para guru terkait dengan kepekaan dan cara mendeteksi siswa yang dirundung masalah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyati mengatakan, perlu ada perhatian terhadap fenomena meningkatnya angka bunuh diri di kalangan pelajar/remaja usia 14-18 tahun. Berdasarkan data Global School-Based Student Health Survey (2015) di Indonesia, katanya, ide bunuh diri remaja perempuan adalah 5,9 persen dan laki-laki 4,3 persen.

Baca Juga: Meskipun Laku di Indonesia, KIA Seltos Tidak akan Dijual di Eropa

"Namun percobaan bunuh diri pada remaja laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, yaitu 4,4 persen dan perempuan 3,4 persen," ujarnya, Senin 3 Februari 2020.

Ia menambahkan, berdasarkan hasil penelitian Nova Riyanti Yusuf, terhadap kesehatan jiwa 910 siswa SMAN dan SMKN berakreditasi A di Provinsi DKI Jakarta, terungkap bahwa 5 persen peserta didik di SMAN/SMKN di DKI Jakarta sudah memiliki ide bunuh diri dan 3 persen diantaranya sudah melakukan percobaan bunuh diri.

Menurutnya, pelajar yang terdeteksi berisiko bunuh diri, memiliki risiko 5,39 kali lebih besar untuk mempunyai ide bunuh diri dibandingkan pelajar yang tidak terdeteksi berisiko bunuh diri.

Baca Juga: Jumlah Pengendara Yang Inginkan Mobil Listrik Naik Secara Signifikan

Kesimpulan itu diambil setelah dilakukan kontrol terhadap kovariat: umur, sekolah, gender, pendidikan ayah, pekerjaan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status cerai orangtua, etnis, keberadaan ayah, keberadaan ibu, kepercayaan agama, depresi, dan stresor.

"Ide bunuh diri, ancaman, dan percobaan bunuh diri merupakan hal serius yang harus segera ditangani sehingga dibutuhkan langkah preventif untuk menurunkan angka kejadiannya," katanya.

Untuk kasus bunuh diri pada remaja, salah satu hal penting yang dapat dilakukan adalah deteksi dini. Semakin cepat keluarga dan orang di sekitar remaja itu menemukan faktor resiko penyebab bunuh diri semakin baik.

Baca Juga: Berhasil Bawa Pulang Penghargaan BAFTA, Brad Pitt Sindir Pangeran William dan Inggris dalam Pidatonya

Menurut dia, pelatihan bagi para guru menembuhkan kepekaan dan empati penting sebagai upaya pencegahan dan penanganan siswa yang berpotensi bunuh diri. Pelatihan itu dikatakannya harus memiliki perspektif kepentingan yang terbaik bagi anak.Selain itu, teknik mengenali anak-anak yang dirundung masalah juga perlu diberikan.

Menurutnya, pelatihan ada baiknya diperuntukan bagi Kepala Sekolah dan para guru yang menjabat sebagai wali kelas dan pembina ektra kurikuler, bukan hanya guru Bimbingan Konseling (BK) yang memiliki kemampuan konseling.

"Setiap guru setidaknya memiliki kepekaan dan mengenali tanda-tanda anak yang dirundung masalah dan yang memiliki ide bunuh diri. Pencegahan lebih baik daripada penanganan dan penyembuhan," tuturnya.

Baca Juga: Inter Milan Amankan Posisi Kedua Liga Italia

Ia juga mendesak supaya setiap sekolah segera menerapkan program Sekolah Ramah Anak (SRA). Pasalnya, di dalam SRA sudah memenuhi perlindungan terhadap anak dan menjamin tumbuh kembang anak secara optimal.

Selain itu, sekolah ramah anak diwajibkan memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak korban. Setiap sekolah juga diharapkannya memiliki 1 psikologi.

"Dan anak saksi mengadu atau anak-anak yang dirudung masalah berani melakukan konseling sehingga bisa dibantu menghadapi masalah.
Dinas Pendidikan diharapkan memiliki SOP dan juga dapat merujuk kasus ke lembaga yang berwenang," kata dia.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat