kievskiy.org

Pakar Menilai Omnibus Law Belum Cocok Diterapkan di Indonesia

SEJUMLAH buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, belum lama ini. * ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/pd.
SEJUMLAH buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, belum lama ini. * ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/pd. /ASPRILLA DWI ADHA ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Pakar Hukum Ketenagakerjaan FH UGM, Prof Ari Hernawan menyebut, rancangan undang-undang (RUU) omnibus law cipta kerja yang mendapat banyak reaksi dari elemen buruh belum cocok diterapkan di Indonesia.

Selain belum mendapat data pasti terkait berhasil atau tidaknya penerapan UU tersebut di negara lain, omnibus law juga dianggapnya berlainan dengan pilihan sistem hukum yang dianut oleh Indonesia.

"Sebetulnya omnibus law ini awalnya diterapkan di negara yang menganut sistem hukum Anglo-Saxon dan bukan seperti yang diterapkan Indonesia yang memilih sistem civil law," kata Ari dalam diskusi publik 'omnibus law cipta kerja dari cilaka menjadi petaka', Jumat 28 Februari 2020 di DPRD DIY.

Baca Juga: Bupati Purwakarta Ingin PNS hingga Marbot Masjid Ikut Jamsostek

Menurut dia, penerapan omnibus law cipta kerja memang lebih mengarah kepada upaya untuk menarik investor sebanyak mungkin dengan tujuan penyejahteraaan masyarakat lewat pembukaan lapangan kerja. Sehingga, wajar regulasi yang dibuat mesti pro terhadap keinginan investor.

"Logika sederhanya kan seperti itu. Tentu investor ingin kenyamanan dan juga keamanan sewaktu berinvestasi di suatu negara, karena mereka datang kan tidak gratis," ucapnya.

Persoalan yang kemudian timbul adalah bukan saja tentang upaya membuka lapangan kerja, namun juga pemeliharaan sektor penggerak dari sistem industri yakni buruh. Mestinya, RUU cipta kerja hadir dengan berlandaskan pencerdasan, melindungi serta menyejahterakan masyarakat.

Baca Juga: Bagikan Momen Ground Breaking Museum dan Galeri Seni SBY-Ani, Annisa Pohan: Ini Tanda Cinta dari Pepo dan Kami Sekeluarga

"Tapi yang perlu diingat kan hukum ini juga merupakan produk politik, sehingga mempengaruhi proses regulasi maupun penerapannya ke depan jadi semua proses mesti mencakup kepentingan berbagai pihak," ujarnya.

Sekjen Aliansi Buruh Yogyakarta, Kirnadi menyatakan, pihaknya resah dengan rencana penerapan aturan itu. Kehadiran RUU omnibus law yang tiba-tiba tidak melibatkan masukan serta menampung aspirasi dari para pekerja.

"RUU ini menurut kami bukan hanya mengancam buruh tapi juga calon buruh," kata Kirnadi.

Baca Juga: Peneliti Klaim Penikmat Kopi Miliki Tulang yang Lebih Kuat, Simak Penjelasannya

Salah satu aturan yang menurutnya janggal adalah berkaitan dengan kesejahteraan buruh. Dalam RUU omnibus law menyebut bahwa dasar pemberian upah di tiap provinsi akan mengacu pada upah terendah di tingkatan kabupaten kota.

"Upah yang dijadikan dasar adalah yang paling rendah. Kalau di Jogja ya Gunungkidul. Meski Kota Jogja besaran upah ada diatasnya tapi dengan RUU ini nanti akan mengikut dengan besaran Gunungkidul," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat