PIKIRAN RAKYAT – Penolakan sipil atas Rancangan Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja terus mengemuka.
Setelah sebelumnya mahasiswa di Yogyakarta menggelar aksi, kali ini giliran faksi buruh menegaskan suaranya.
Salah satunya Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Baca Juga: Teddy Muncul Perjuangkan Haknya Terkait Warisan Lina Jubaedah yang Bernilai Rp 10 Miliar, Sule: Itu Urusan Iky Sama Dia
Dalam konferensi pers di Hotel Sari Pasific Jakarta, Rabu, 11 Maret 2020 Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban mengatakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut terlampau merugikan pekerja.
KSBSI pun akan tegas menyuarakan penolakannya lewat turun ke jalan.
"Kami ini pendukung Jokowi dua periode, tetapi bukan berarti kalau kita mendukung beliau tidak boleh mengkritik. Kita harus kritik kebijakan yang dibuat tidak pro dengan kita," kata Elly.
Menurut Elly, ada tiga alasan KSBSI menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Pertama, mereka menilai RUU itu bertentangan dengan amanat pasal 27 ayat 2 dan pasal 28 D UUD 1945.
Baca Juga: WNA yang Meninggal akibat Virus Corona COVID-19 di Bali Jadi Kematian Ketujuh bagi Inggris
Menurutnya, pemerintah dimandatkan untuk menjamin hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
“Amanat itu dilanggar dengan penghapusan upah minimum di tingkat kabupaten/kota dan pesangon,” kata dia.
Kedua, RUU itu dinilai membahayakan nasib pekerja dengan sistem kontrak baru. RUU Omnibus Law Cipta Kerja tak membatasi masa kontrak yang diberlakukan perusahaan kepada para pekerjanya.
Ketiga, KSBSI menilai perumusan RUU itu menyalahi peraturan perundang-undangan.
Sebab pihak pekerja tidak dilibatkan dalam perumusan. Pemerintah baru melibatkan serikat buruh secara sepihak saat draf itu telah diserahkan ke DPR.
"Kami merasa dijebak untuk mendelegitimasi bahwa serikat buruh mendukung RUU ini dengan masuknya kita ke tim, dan kita ramai-ramai di sana," ucap dia.