kievskiy.org

KPK: Maming Diduga Terima Suap Sebesar Rp104 Miliar

Mantan Bupati Tanah Bumbu sekaligus Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan Mardani H. Maming.
Mantan Bupati Tanah Bumbu sekaligus Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan Mardani H. Maming. /Antara/Aditya Pradana Putra Antara/Aditya Pradana Putra



PIKIRAN RAKYAT - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Utara Mardani Maming menerima suap sebesar Rp104,3 miliar.

Suap itu diberikan terkait izin usaha pertambangan (IUP) dalam kurun waktu 2014 hingga 2020.

"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 miliar," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat konferensi pers, Kamis, 28 Juli 2022.

Dalam konstruksi perkara Maming kala itu menjabat sebagai Bupati Kabupaten Tanah Bumbu pada periode 2010-15 kemudian 2016-2018.

Baca Juga: Ziarah ke Walisongo Jadi Alasan Mardani Maming Mangkir dari KPK: Saya Bukan Hilang

Pada 2010 pihak swasta yakni Henry Soetio dari PT. Prolindo Cipta Nusantara (PCN) meminta IUP milik PT. Bangun Karya Pratama Lestari seluas 370 ha yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Untuk menggagalkan rencana itu, Henry melakukan pendekatan kepada Maming. Dari sana Maming pada 2011 kemudian mempertemukan Henry dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu
menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.

"Dalam pertemuan tersebut, MM diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio," ujarnya.

Selanjutnya pada Juni 2011, MM membuat Surat Keputusan (SK) tentang IUP OP terkait
peralihan dari PT BKPL ke PT PCN.

Namun diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang di backdate (dibuat tanggal mundur). Selain itu beberapa pejabat berwenang juga tidak melakukan tanda tangan.

Baca Juga: Pakai Rompi Oranye KPK Resmi Tahan Mardani Maming Tersangka Korupsi Suap

Menurut KPK, peralihan IUP OP tersebut melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Bahwa pemegang IUP dan IUPK tidak boleh
memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.

Sejalan dengan itu, Maming meminta Henry agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan yang dikelola PT.
Angsana Terminal Utama milik Maming.

"Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu," tutur Alex.

Selanjutnya, pada 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012 sampai 2014 dengan sumber dana dari Henry.

Dana pembangunan itu diberikan Henry beberapa kali melalui sejumlah orang kepercayaan Maming yang dibungkus formalisme perjanjian kerjasama underlying.

Atas perbuatannya tersebut Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat