PIKIRAN RAKYAT - Pemerintah dinilai kurang memperhatikan, khususnya di bidang pengawasan, terkait kebiasaan makan makanan yang tak sehat untuk anak-anak dan remaja.
Alhasil, masih banyak bahan makanan tidak sehat yang diproduksi kemudian tetap dikonsumsi.
”Apalagi jajanan di sekolah, tanggung jawabnya bukan hanya di pemerintah, tapi juga pihak sekolah dan pelaku usaha. Pelaku usaha biasanya mencari untung, jadi melabrak aturan. Seperti masih menjual makanan yang mengandung penyedap rasa atau vetsin berlebihan,” kata Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Firman Turmantara di Bandung, Jumat 26 Agustus 2022.
Ia menjelaskan, kuncinya di pengawasan dan penegakan hukum. Soalnya, konsumen dilindungi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menjadi payung hukum.
Baca Juga: Ada Rekayasa Lalu Lintas hingga 28 Agustus 2022, Awas Jangan Salah Belok di Bandung!
Yang disebut konsumen di sini, kata Firman adalah seluruh warga negara Indonesia, termasuk jabang bayi yang masih berada di dalam kandungan.
”Walaupun sudah ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tapi persoalan konsumen di Indonesia masih jauh api dari panggang. Undang-undangnya sudah ada lebih dari 20 tahun, tapi penerapannya belum. Bahkan, sebagian besar masyarakat tidak tahu tentang undang-undang tersebut,” kata Firman.
Firman mengatakan, di undang-undang tersebut disebutkan, pembinaan dan pengawasan dilakukan pemerintah dan berbagai pihak terkait. Namun, pemerintah menjadi pihak utama yang seharusnya bisa mengawasi dan melindungi warga negaranya. Persoalan pengawasan ini tertuang di Pasal 29 dan 30 UU Nomor 8 Tahun 1999.
Menurut Firman, jika pemerintah sudah melakukan pengawasan, kenapa masih ada yang beredar, baik yang diproduksi besar di pabrik maupun industri rumahan dan pedagang kaki lima sekolah. Hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum berdasarkan undang-undang belum diterapkan.