kievskiy.org

Dua Skema Besar Ferdy Sambo Lakukan Obstruction of Justice di Kasus Brigadir J

Komnas HAM beberkan dua skema besar yang dilakukan Ferdy Sambo terkait obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Komnas HAM beberkan dua skema besar yang dilakukan Ferdy Sambo terkait obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir J. /Antara/Asprilla Dwi Adha dan ANTARA/Wahdi Septiawan

PIKIRAN RAKYAT - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan dua skema besar yang dilakukan eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terkait obstruction of justice atau penghambatan proses hukum dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Komisioner Komnas Ham, Choirul Anam membeberkan dua skema besar itu adalah membuat skenario dan menghilangkan atau merusak barang bukti.

"Ini poin penting dalam upaya Komnas Ham pemantauan penyelidikan terkait obstruction of justice ada dua klaster besar pertama buat skenario kedua menghilangkan atau rusak barang bukti," kata Anam di Komnas Ham, Kamis, 1 September 2022.

Dia menjelaskan, dalam pembuatan skenario tersebut terbagi dalam empat poin yakni, pertama melakukan konsolidasi terhadap para saksi.

Baca Juga: Viral Video Parenting Seorang Ibu Saat Hadapi Anak Nangis Kejer, Patut untuk Dicontoh!

Dalam hal ini Sambo menyeragamkan kesaksian para saksi, baik mengenai latar belakang peristiwa, tempat kejadian perkara, dan alibi Ferdy Sambo di tempat kejadian perkara.

Selain itu Sambo juga menginstruksikan saksi ADC untuk mempelajari soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, dan penggunaan senjata.

"(juga) Menghapus atau menghilangkan sesuatu yang merugikan," ujarnya.

Kedua, mengkonsolidasi tempat kejadian perkara dengan mengubah lokasi TKP terjadinya dugaan kekerasan seksual. Lalu melakukan tindakan perusakan, pengambilan, dan/atau penghilangan CCTV dan/atau decoder di TKP dan disekitar TKP.

Selain itu ada tindakan dalam penanganan TKP yang tidak sesuai prosedur dan adanya pembiaran terhadap pihak-pihak yang tidak memiliki otoritas untuk memasuki TKP.

"Adanya upaya untuk mensterilisasi wilayah rumah dinas Kadiv Propam Polri dari
kehadiran wartawan," tuturnya.

Kemudian lanjut Anam ketiga adalah membuat narasi, soal peristiwa yang terjadi di Duren Tiga dilatarbelakangi tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senjata api terhadap saudari Putri Candrawathi serta menembak Bharada E.

Baca Juga: Beberkan Kronologi Pembunuhan Brigadir J, Komisioner Komnas HAM: Ada Beberapa Versi Penembakan

Skenario berlanjut dengan dibuatnya dua laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan tentang dugaan dugaan percobaan pembunuhan terhadap Bharada E, dan dugaan tindak pidana pelecehan seksual terhadap saudari Putri Candrawathi.

"Dibuat video (yang sudah diedit) guna menyesuaikan dengan skenario," ucapnya.

Dan skenario keempat adalah penggunaan pengaruh jabatan, dimana dalam kasus ini setiap anggota Kepolisian diperintah mengikuti skenario yang sudah dibuat termasuk pembuatan dua laporan di Polres Metro Jakarta Selatan.

"Proses BAP atas dua laporan dilakukan tidak sesuai prosedur, hanya formalitas dan tinggal ditandatangani," tuturnya.

Kemudian pemeriksaan di awal kejadian terhadap Bharada E, Bripka RR, dan KM
tidak dilakukan sesuai prosedur.

Anggota kepolisian yang tidak memiliki otoritas bisa memasuki TKP serta permintaan kepada Kepala RS Bhayangkara S. Sukanto untuk menyiapkan autopsi.

Baca Juga: Jabatan Anies Baswedan Segera Berakhir, Calon Penjabat Gubernur DKI Jakarta Mulai Dibicarakan

"Semua Itu masuk dalam pengaruh jabatan," kata Anam.

Lebih jauh dikatakan Anam, skema kedua dalam obstruction of justice adalah menghilangkan dan merusak barang bukti yang terbagi dalam enam poin.

Pertama upaya menghilangkan dan/atau mengganti barang bukti berupa handphone oleh pemiliknya sebelum diserahkan ke penyidik.

Kedua, adanya tindakan penghapusan jejak komunikasi berupa pesan, panggilan telepon,
dan data kontak. Ketiga, penghapusan foto TKP.

Keempat, adanya tindakan perusakan, pengambilan, dan/atau penghilangan CCTV dan/atau decoder di TKP dan sekitarnya.

"(Kelima) adanya pemotongan/penghilangan video cctv yang menggambarkan rangkaian peristiwa secara secara utuh sebelum, saat, dan setelah kejadian. (dan terakhir) adanya perintah untuk membersihkan TKP," ujarnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat