kievskiy.org

Wacana Jalan Berbayar ERP Ditolak Ojol, Tokoh NU Harap Pemprov DKI Cari Cara Lain Atasi Macet

Ilustrasi ERP atau jalan berbayar.
Ilustrasi ERP atau jalan berbayar. /Antara/Hafidz Mubarak Antara/Hafidz Mubarak

PIKIRAN RAKYAT - Dalam upaya mengurangi kemacetan lalu lintas di ibu kota, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta rencananya akan menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau kebijakan jalan berbayar di sejumlah ruas di kawasan metropolitan. Namun, adanya penerapan ERP ini justru mengakibatkan polemik di antara para pengemudi angkutan online baik taksi maupun ojek online.

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Armada Sewa Indonesia (PAS Indonesia), Wiwit Sudarsono, menyampaikan keberatannya atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta terkait rencana penerapan jalan berbayar atau ERP.

Penolakan ojol ini didukung tokoh masyarakat yang juga pemerhati sosial sekaligus Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Jakarta Pusat, Syaifuddin, ME. Menurut dia, sebagai anggota masyarakat, dirinya merasakan penolakan tersebut bahkan keberatan itu dianggap wajar karena dianggap sangat merugikan pengemudi angkutan online.

"Saat ini GoCar dan Grab sudah dirugikan dengan kebijakan ganjil genap, serta belum adanya penyesuaian tarif angkutan online terdampak kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak), sekarang akan dibatasi lagi dengan kebijakan jalan berbayar atau ERP," kata Syaifuddin yang juga pembina Paguyuban Pengemudi ojol GS-One saat dihubungi pada, Jumat 3 Februari 2023.

Baca Juga: Daftar Lengkap Jalan Berbayar ERP di Jakarta, Melintas Bayar hingga Rp19.000

Dengan adanya kebijakan tersebut, lanjut Syaifuddin, otomatis pendapatan para pengemudi angkutan online akan menurun drastis karena berkurangnya pengguna transportasi online baik ojek online maupun taksi online karena ada beban biaya yang mereka keluarkan.

"Hingga bila pengguna tidak mau mengeluarkan biaya tambahan untuk jalan berbayar dan dibebankan kepada pengemudi, tentu hal itu akan mengurangi pendapatan kami," katanya.

Untuk itu, Syaifuddin meminta agar kebijakan tersebut dibatalkan oleh Pemprov DKI Jakarta sekaligus memohon agar Pemprov mau mencari cara lain untuk menanggulangi kemacetan di ibu kota.

"Atas dasar empati kepada segenap para pengemudi angkutan online, baik ojek online dan taksi online, tentunya saya mengharapkan agar Pemprov membatalkan kebijakan yang tidak populer tersebut, dan mencari cara lain untuk menanggulangi kemacetan di DKI," ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat