kievskiy.org

Hari PRT Nasional, DPR Didesak Segera Sahkan RUU PPRT

Ilustrasi RUU PPRT yang mendesak untuk disahkan.
Ilustrasi RUU PPRT yang mendesak untuk disahkan. /Pixabay/succo Pixabay/succo

PIKIRAN RAKYAT - Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk segera disahkan. Semakin ditunda, hal itu berarti menunda para PRT untuk terlindungi dari kekerasan dan kemiskinan yang berkelanjutan.

Di Indonesia, berdasarkan data yang diungkapkan Jaringan Advokasi Nasional PRT (Jala PRT), ada sekira 4 juta-5 juta PRT. Mayoritas adalah perempuan yang berasal dari warga miskin dan penopang perekonomian.

Data Jala PRT pada tahun 2023, dari 2.641 kasus kekerasan yang dialami PRT, sebanyak 79 persen menunjukkan bahwa korban tidak bisa menyampaikan situasi kekerasan yang dialaminya. Hal itu karena akses komunikasi yang ditutup, mulai meningkatnya intensitas kekerasan, dan berujung pada situasi korban yang fatal.

"Kami menyesalkan, merasa prihatin atas proses RUU PPRT yang mendesak untuk disahkan, namun DPR terus menunda dan menunda, memposisikan 4 sampai dengan 5 juta PRT mayoritas perempuan, warga miskin dan penopang perekonomian nasional, sebagai warga yang terus menerus ditinggalkan, dipinggirkan, dan dianggap wajar mengalami kekerasan perbudakan," kata Lita Anggraini, Koordinator Nasional Jala PRT, Rabu, 15 Februari 2023.

Baca Juga: PRT Rentan Jadi Korban Kekerasan, Menaker Ida Fauziyah Desak RUU PPRT Segera Disahkan

Tanggal 15 Februari bertepatan dengan Hari PRT Nasional. Beberapa lembaga advokasi PRT menggelar aksi dengan desakan untuk pengesahan RUU PPRT. Aksi pun digelar di tujuh kota termasuk di depan gedung DPRD Jawa Barat yang diikuti beberapa organisasi masyarakat sipil.

Lita mengatakan, pemerintah sudah setuju dengan upaya percepatan pengesahan RUU PRT sejak 18 Januari 2023. Bahkan sebelumnya, pemerintah telah membentuk gugus tugas pada Agustus 2022.

Namun, ia prihatin dengan respons DPR yang menyatakan tidak perlu terburu-buru mengesahkan karena masih memerlukan kajian. Padahal, RUU PRT itu sudah sempat tertahan 2,5 tahun di Bamus (Badan Musyawarah) DPR, namun belum juga dibawa ke rapat paripurna.

"Padahal, satu hari penundaaan pengesahan RUU PPRT sama dengan membiarkan puluhan PRT korban berjatuhan dan hidup dalam kemiskinan yang berkelanjutan. Apakah hal ini tidak dianggap krisis? Apakah 1 korban tidak penting bagi DPR? Sementara, prinsip kekerasan adalah nirkekerasan. Apakah karena PRT, maka kasus kekerasan dianggap wajar?" kata Lita.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat