kievskiy.org

DPR Semprot Kabareskrim: Skandal Rp300 Triliun Kemenkeu, Bukti Tak Efektifnya Aparat Penegak Hukum Kita

Ilustrasi rupiah.
Ilustrasi rupiah. /Reuters/Beawiharta

PIKIRAN RAKYAT - Aparat Penegak Hukum (APH) kena semprot anggota Komisi III DPR, saat menggelar rapat kerja mengenai skandal Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Mereka menyoroti, bagaimana banyaknya laporan PPATK yang tidak ditindaklanjuti, padahal nilai transaksi yang dinilai janggal mencapai ratusan triliun rupiah.

Salah satunya adalah surat PPATK pada 2014, dengan nilai transaksi Rp55 miliar. Laporan itu tidak juga ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum di Tanah Air.

"Ini Rp55,5 triliun, jumlah yang sangat besar, tetapi ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH) kita, ini belum ada laporannya," kata Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkopolhukam, Menteri Keuangan, dan PPATK, Selasa, 11 April 2023.

"Kemudian yang lebih besar lagi dari itu adalah pada tahun 2020, Rp199 triliun. Menurut laporan yang kami terima pada kesempatan ini, belum juga ditindaklanjuti oleh APH kita," ucapnya.

Baca Juga: DPR Minta Kepastian Soal Skandal Rp300 Triliun di Kemenkeu: Semua Ini Masih Bermasalah?

"Data ini sangat membantu kami melahirkan sebuah kesimpulan sementara dari penilaian saya, bahwa APH ini tentu kita melanjutkan sebuah pertanyaan, apa kendala yang dihadapi oleh APH kita, sehingga tidak menindaklanjuti 9 poin (laporan) itu, yang sudah diselesaikan atau sudah ada tindak lanjut itu baru 6 dari 15. Ada 9 yang belum ditindaklanjuti," tuturnya menambahkan.

Supriansa pun menyoroti bagiamana masih banyaknya laporan atau surat PPATK yang belum ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum. Padahal, nilainya bisa mencapai Rp275 triliun.

"Nah, kemudian pertanyaannya adalah, kalau saya melihat nilai di sini, apakah Rp275 triliun ini masuk pada kategori di situ adalah jumlah nilai yang belum ditindaklanjuti? Pertanyaan selanjutnya, siapa-siapakah yang terlibat di angka-angka yang besar ini, sehingga sulit APH kita untuk menindaklanjuti?," ujarnya.

"Kemudian, kalau saya lebih ekstrem lagi ingin bertanya adalah siapa sebenarnya yang mesti bertanggungjawab semua ini? Kenapa mesti berlarut-larut? Dari 2009 sampai 2022, bahkan 2023, jumlah yang besar ini kenapa bisa sudah berganti kepala PPATK-nya berapa kali, komite TPPU-nya baru 3 tahun, berarti ini barang sudah lama," tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat