kievskiy.org

Harus Berasas Keberlanjutan, IAP Usulkan 5 Masukan dalam Perbaikan RUU Cipta Kerja

Ilustrasi. Aliansi Serikat Buruh Jabar melakukan aksi unjuk rasa, di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (16/3/2020). Aksi yang diikuti ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja itu, menuntut penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dinilai merugikan buruh.*
Ilustrasi. Aliansi Serikat Buruh Jabar melakukan aksi unjuk rasa, di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (16/3/2020). Aksi yang diikuti ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja itu, menuntut penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dinilai merugikan buruh.* /Pikiran-Rakyat.Com/Ade Bayu

PIKIRAN RAKYAT - Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) mendukung perbaikan menyeluruh terhadap sistem perizinan yang masih belum ringkas, independen, dan ramah terhadap investasi.

Hendricus Andy Simarmata, IAP Ketua Umum IAP menuturkan, IAP menyoroti setidaknya ada 3 (tiga) faktor utama di bagian hulu perizinan yang harus diperbaiki, yaitu sistem tata ruang dan perencanaan sektor yang masih berdiri sendiri, pengelolaan dampak investasi yang tidak efektif dan efisien, serta ketiadaan komite independen untuk menyelesaikan perbedaan atau konflik perizinan.

Oleh karena itu, IAP mengusulkan 5 (lima) masukan dalam perbaikan RUU Cipta Kerja, yaitu pembangunan berkelanjutan harus menjadi asas penyelenggaraan RUU Cipta Kerja. Oleh karena itu, tujuan peningkatan ekosistem Investasi bukan hanya untuk memudahkan investasi ekonomi, tetapi memastikan investasi sosial dan investasi lingkungan hidup bekerja secara simultan untuk kepentingan umum.

Baca Juga: Tanggapi Kedekatan Anya Geraldine dengan Rizky Febian, Ovi Rangkuti: Kalau Mau Selingkuh Silahkan

"Yang kedua, penyederhanaan perizinan berusaha harus dimulai dari perbaikan sistem tata ruang (di hulu) sampai kepada dijitalisasi prosedur perizinan (di hilir). Di hulu, Rencana Tata Ruang harus dijadikan tempat konsolidasi berbagai rencana sektor yang memanfaatkan ruang dengan pertimbangan keberlanjutan pembangunan (One Map-One Data-One Plan)," tutur dia dalam keterangannya, Kamis 20 Agustus 2020.

Ketiga, konsolidasi rencana tersebut termasuk me-reset ulang waktu berbagai jenis perencanaan (RTRW, RPPLH, RPB, RUE, PPRK, RIPPAR, dan lain-lain) baik pusat maupun daerah mengikuti waktu dimulainya Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Panjang untuk memudahkan integrasi pemrograman, efisiensi dan efektifitas pembiayaan pembangunan serta kepastian berinvestasi.

"Pemerintah Pusat pun perlu menetapkan Kerangka struktur dan pola ruang wilayah nasional dan Peraturan Zonasi nasional yang berbasis pada batas wilayah ekosistem (eco-region). Sedangkan Pemerintah Daerah wajib menjabarkan dan mengoperasionalisasikannya ke dalam rencana sub-struktur dan pola ruang sesuai dengan batas administratif kewenangannya. Pemerintah Daerah juga wajib mengadopsi ketentuan Peraturan Zonasi Nasional ke dalam narasi dan peta zonasi (zoning map dan text) sesuai dengan karakteristik wilayah dan lokalitas setempat," kata dia.

Baca Juga: Indeks Keberhasilan Kelompok Usaha Bersama Masih Rendah, KUBE di Jabar Perlu Direvitalisasi

Terakhir, tambah dia, debirokratisasi, independensi dan profesionalisme harus menjadi pilar utama dalam tata laksana penilaian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pengaturan zonasi, pengawasan dan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang.

"Atas dasar 5 poin di atas, IAP menegaskan bahwa RUU Cipta Kerja harus berasaskan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, kemudahan berusaha bisa dicapai dengan perbaikan sistem perencanaan tata ruang yang terkonsolidasi dalam satu peta (ONE PLAN) melalui prinsip debirokratisasi, independesi dan profesionalisme,"ujar dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat