kievskiy.org

Uji Formil UU Cipta Kerja, MK Harus Gunakan Nurani dan Tegas ke Pemerintah dan DPR

Boneka tikus dipajang saat aksi ujuk rasa buruh di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Kamis (10/8/2023). Aksi yang diikuti ribuan buruh dari Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) dan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) tersebut menuntut kenaikan upah minimum sebesar 15 persen tahun 2024, serta meminta pemerintah dan DPR mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.
Boneka tikus dipajang saat aksi ujuk rasa buruh di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Kamis (10/8/2023). Aksi yang diikuti ribuan buruh dari Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) dan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) tersebut menuntut kenaikan upah minimum sebesar 15 persen tahun 2024, serta meminta pemerintah dan DPR mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym. /ANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAY

PIKIRAN RAKYAT - Nasib Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 akan kembali ditentukan pada sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Senin, 2 Oktober 2023. Beberapa serikat pekerja yang menjadi pemohon dalam perkara pengujian formil itu berharap Majelis Hakim MK dapat memenuhi rasa keadilan.

"Saya ingin menegaskan harapan ke Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan pengujian formil ini dengan menggunakan hati nurani dan memenuhi rasa keadilan, tentu di samping fakta-fakta persidangan, bukti, maupun keterangan ahli yang disampaikan dalam persidangan," kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), Roy Jinto Ferianto, Sabtu, 30 September 2023.

Pengujian formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, telah dilakukan dalam rentang waktu cukup panjang. Gabungan beberapa serikat pekerja sudah mengajukan permohonan sejak 6 April 2023.

Permohonan perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh 121 Pemohon yang terdiri atas 10 serikat pekerja dan 111 orang pekerja. Para Pemohon dari serikat pekerja, di antaranya Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KEP SPSI), Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP IP), Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI), FSP TSK SPSI, dan kawan-kawan.

Total ada 5 permohonan yang mengajukan pengujian formiil dan materiil UU Nomor 6/2023 itu. Permohonan yang lain menggunakan beberapa nama perseorangan. Sidang putusan atas kelima permohonan itu akan dilakukan secara bersamaan.

Roy Jinto mengatakan, pengujian formiil itu menguji proses pembentukan perppu menjadi UU. Hal yang diuji adalah apakah prosesnya sesuai dengan tata cara perundang-undangan yang ditetapkan UUD 1945.

Baca Juga: Ribuan Buruh Karawang Bergerak ke Istana Negara Tuntut Pencabutan UU Cipta Kerja

Dokumentasi. Ribuan mahasiswa bersama sejumlah elemen masyarakat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (7/10/2020). Dalam aksinya mereka menyuarakan penolakan pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR RI.
Dokumentasi. Ribuan mahasiswa bersama sejumlah elemen masyarakat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (7/10/2020). Dalam aksinya mereka menyuarakan penolakan pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR RI.

"Dari fakta persidangan, dari 5 perkara pengujian formil, ahli yang dihadirkan semuanya menyampaikan bahwa pembentukan perppu No 2/2022 menjadi UU Nomor 6/2023 melanggar UUD 1945. Alasan penerbitan perppu adalah karena adanya kegentingan yang memaksa, perppu itu tidak memenuhi syarat yang ditentukan," ucap Roy.

Mengenai alasan ekonomi yang dijadikan alasan penerbitan perppu, Roy mengatakan, saat itu perekonomian Indonesia justru tidak dalam keadaan krisis ataupun stagnan secara ekonomi. Hal itu bahkan dibuktikan dengan pernyataan Menteri Keuangan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas 5 persen.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat