kievskiy.org

Gen Z Perlu Tahu Tragedi 1998, Jangan Menutup Mata atas Mereka yang Menderita

Ilustrasi tragedi 1998.
Ilustrasi tragedi 1998. /Antara

PIKIRAN RAKYAT - Franz Magnis-Suseno duduk tegak di depan mikrofon pada saat hendak memberi kata sambutan kepada para mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara pada acara bertajuk Gowes dan Aksi Kamisan 25 Tahun Reformasi. Pria yang akrab disapa Romo Magnis itu menceritakan bagaimana Tragedi 1998 terjadi di depan matanya.

"Saya masih ingat 14 Mei 1998, saya ketua STF di sini. Mereka ingin membebaskan orang-orang di penjara dan meminta bersembunyi di STF Driyarkara, saya menolak," ujarnya.

Franz Magnis-Suseno mengaku khawatir para tahanan itu akan ditemukan oleh aparat dan membahayakan para mahasiswa di kampus tersebut. Pimpinan STF Driyakarya itu mengatakan, kampus tempatnya mengajar memang memiliki kaitan erat dengan Tragedi 1998.

Dari 13 aktivis yang diculik pada 13 Maret 1998, salah satunya merupakan mahasiswa STF Driyakarya yang bernama Petrus Bima Anugerah.

"Bagi saya sendiri, reformasi itu peristiwa yang paling emosional dan mengesankan bagi hidup saya," ucap Franz Magnis-Suseno.

Pentingnya Tragedi 1998

Tragedi 1998 mungkin tak asing bagi orang-orang yang mengalami atau hidup di era itu. Namun, bagi Gen Z yang lahir di atas 1998 mungkin tidak mengetahui apa yang terjadi kala itu. Meski tak mengalami, Gen Z diharapkan tetap mengetahui Tragedi 1998. 

Menurut Franz Magnis-Suseno, Peristiwa 1965-1966 dan Peristiwa 1998 merupakan dua tragedi yang membentuk Republik Indonesia menjadi sistem yang dikenal sekarang. Sehingga, dia menganggap keduanya masih sangat relevan bagi masyarakat.

"Kita hidup di dalam suatu sistem yang jauh lebih bebas, manusiawi, dan memungkinkan orang berkembang," ujarnya.

"Mungkin ada yang tidak sadar dan menganggap itu biasa, tetapi de facto pengaruh reformasi saya anggap luar biasa,” ucap Franz Magnis-Suseno menambahkan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat