kievskiy.org

Rakyat Salah Paham pada Jokowi, Stafsus Presiden: Konteksnya Menteri Ikut Timses

Presiden Jokowi menyampaikan keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat, 6 Oktober 2023.
Presiden Jokowi menyampaikan keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat, 6 Oktober 2023. /Antara/Sigid Kurniawan

PIKIRAN RAKYAT - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang bolehnya kepala negara berpihak dan berkampanye dalam pemilu disebut dipersepsikan keliru oleh masyarakat. Hal itu diungkap Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana. Menurutnya masyarakat salah paham terhadap kalimat yang dilontarkan Jokowi.

Dia menegaskan, yang disampaikan Jokowi perihal keberpihakan dan kampanye aktif itu sejatinya dalam konteks menteri-menteri yang saat ini ikut menjadi tim pemenangan alias timses.

"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu (24 Januari 2024), telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses," kata Ari, melalui pesan singkat, Kamis, 25 Jannuari 2024.

Dia melanjutkan, karena wartawan bertanya perihal aturan main berdemokrasi bagi menteri, Jokowi akhirnya ikut menjelaskan posisi presiden di dalamnya. Ari juga menekankan tak ada yang keliru dari ucapan Presiden, secara konstitusi keberpihakan itu memang dibenarkan.

"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281 Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah dan wakil kepala daerah. Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam undang-undang," kata Ari.

Namun, Ari juga memahami bahwa terdapat syarat dan ketentuan berlaku apabila presiden hendak ikut serta dalam agenda kampanye paslon tertentu.

Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Kedua, presiden wajib menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Dengan demikian, kata Ari, Undang-Undang Pemilu otomatis menjamin hak presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau suatu paslon yang berkontestasi. Selama masih dalma koridor undang-undang, menurut Ari tak ada yang perlu dipersoalkan.

"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada pada Undang-Undang Pemilu. Demikian pula dengan praktik politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," kata dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat