kievskiy.org

Demam Nikel Buat Pemerintah Hilang Akal Sehat, 2045 Bukan Indonesia Emas tapi Indonesia Cemas

Ilustrasi rakyat menderita.
Ilustrasi rakyat menderita. /Pixabay/KELLEPICS

PIKIRAN RAKYAT - Pemerintahan Jokowi memberi 'karpet merah' bagi investasi China dalam program hilirisasi nikel, tanpa memedulikan setumpuk masalah yang terjadi di lapangan. Permasalahan itu termasuk sengketa lahan, isu kesehatan, dan kerusakan lingkungan.

"Demam nikel membuat pemerintah kehilangan akal sehat," kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar.

"Kemudahan-kemudahan yang diberikan untuk masuknya investasi China ke Indonesia, terutama di rezim kedua Jokowi, menimbulkan kerusakan yang sangat masif akibat pembongkaran nikel dan pengolahannya di kawasan industri," tuturnya menambahkan.

Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) mencatat sejumlah kasus sengketa lahan yang terjadi di wilayah produksi dan pengolahan nikel, termasuk Morowali dan Halmahera Tengah yang telah menjadi kawasan industri.

Di Desa Bahomakmur di Morowali, warga setempat berkonflik dengan CV Sentosa Abadi, kontraktor tambang PT Bintangdelapan Mineral yang merupakan bagian dari Bintangdelapan Group. Warga menganggap perusahaan mengintimidasi dan menyerobot lahan bersertifikat mereka untuk pembangunan bengkel alat berat, kantor, dan tempat tinggal karyawan.

Sebaliknya, perusahaan melaporkan warga ke polisi dengan tuduhan pengancaman, pemerasan, dan pencemaran nama baik serta menggugat warga ke pengadilan dengan tuntutan ganti rugi Rp50 miliar.

Di Halmahera Tengah, laporan AEER menunjukkan pembebasan lahan berskala besar sejak dimulainya pembangunan Kawasan Industri Weda Bay pada 2018 memicu sengketa lahan dan hilangnya ruang hidup warga, terutama di tiga desa: Lelilef Woebulen, Lelilef Sawai, dan Gemaf.

Sampai 2023, banyak warga masih menolak tawaran ganti rugi lahan senilai Rp9.000 per meter dari PT IWIP. Mereka menilai harganya mestinya berkisar di Rp30.000–Rp220.000 per meter. Apalagi, sejumlah lahan merupakan kebun produktif yang sehari-hari digarap warga untuk mencari nafkah.

"Warga desa-desa terdampak menghadapi 'kebuntuan' dalam mencari sumber penghidupan karena selain hilangnya kebun, warga juga semakin kesulitan mencari ikan," ucap AEER dalam laporan 'Dilema Halmahera di Tengah Industri Nikel' yang dirilis Juli 2023.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat