kievskiy.org

Sanksi DKPP ke KPU Dinilai Tak Punya Implikasi Hukum bagi Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan keterangan penutup dalam debat kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu, 4 Februari 2024.
Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan keterangan penutup dalam debat kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu, 4 Februari 2024. /Antara/Aditya Pradana Putra

PIKIRAN RAKYAT - Pakar hukum tata negara, Fahri Bachmid, menilai keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhkan Sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy'ari dan Sanksi Peringatan Keras terhadap 6 Komisioner KPU lainnya tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum apa pun terhadap pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Fahri Bachmid, putusan DKPP tersebut harus dilihat pada dua konteks yang berbeda. Pertama, status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan legal obligation untuk melaksanakan perintah pengadilan, yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU- XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 sebagaimana mestinya.

Kedua, bahwa dalam melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi a quo tindakan Para Teradu (KPU) dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, sehingga berkonsekuensi terjadi pelanggaran etik.

"DKPP dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah produk hukum yang mengikat bagi KPU selaku pemangku kepentingan," katanya dalam keterangan tertulis, Senin, 5 Februari 2024.

Hal itu, tuturnya, didasarkan pada ketentuan norma Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan kembali dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011, tanggal 18 Oktober 2012 yang dalam pertimbangan hukum pada halaman 75 dan 76 menyatakan:

“... Terhadap dalil para Pemohon bahwa Pasal 59 ayat (2) UU 8/2011 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, antara lain, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final ...”.

"Ketentuan tersebut jelas bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat umum erga omnes yang langsung dilaksanakan self executing," tuturnya.

Menurut dia, putusan Mahkamah derajatnya sama seperti Undang-Undang yang harus dan wajib dilaksanakan oleh negara, seluruh warga masyarakat, dan pemangku kepentingan yang ada.

Fahri Bachmid menambahkan, bahwa DKPP mengutip pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagaimana terdapat pada halaman 56 yang menyatakan:

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat