kievskiy.org

Filosofi Noken di Papua, Tas Tradisional yang Sudah Diakui UNESCO

Warga pegunungan memberikan hak pilihnya pada Pemilu 2024 sistem noken di Kampung Algoni, Distrik Piramid, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Rabu, 14 Februari 2024.
Warga pegunungan memberikan hak pilihnya pada Pemilu 2024 sistem noken di Kampung Algoni, Distrik Piramid, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Rabu, 14 Februari 2024. /Antara/Gusti Tanati

PIKIRAN RAKYAT - Sistem Noken yang masih digunakan pada beberapa wilayah Papua di Pemilu 2024 tengah menjadi sorotan publik. Artikel ini akan membahas filosofi atau pemaknaan kegunaan Noken bagi masyarakat Bumi Cendrawasih yang jarang diketahui banyak orang.

Noken telah dikenal sebagai tas unik khas kearifan lokal masyarakat Papua. Pembuatannya pun sangat alami dari serat kulit kayu berbagai macam pohon di Bumi Cenderawasih, seperti nenduam, nawa, atau anggrek hutan.

Di kehidupan sehari-hari, masyarakat Papua menggunakan tas Noken untuk membawa berbagai barang dan hasil pertanian. Bahkan, tas itu juga berfungsi untuk menggendong anak.

Cara memakainya pun cukup unik, bukan menenteng tas di pundak atau dijinjing oleh tangan, melainkan mereka menggunakan bagian depan kepala dan mengalungkan ke arah belakang punggung.

UNESCO pada 4 Desember 2012 tercatat memutuskan tas Noken sebagai hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia.

Filosofi Noken

- Noken sebagai Simbol Relasi

Seorang memberikan Noken kepada orang berarti orang tersebut memiliki hubungan emosional yang tak terpisahkan.

- Noken sebagai Kekeluargaan

Noken selalu terkait pada kehidupan perempuan, terutama untuk menapaki jenjang pernikahan. Ketika seorang bapak datang ke suatu keluarga yang memiliki anak gadis, maka sesuatu yang dikatakan adalah meminta noken dengan merujuk pada anak gadis tersebut. Artinya, kedatangan bapak itu untuk memohon dan menimbang agar sang anak gadis bersedia dinikahi dengan seorang pemuda.

- Noken sebagai Identitas Diri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat